Bab 7: Nasi Omelet

(Penerjemah: Anickme)


Di wilayah selatan Benua Timur terdapat daerah rawa yang hangat. Di sinilah monster yang dikenal sebagai lizardman hidup. Humanoid reptil ini memiliki otot yang kuat dan sihir air yang unik. Sejak zaman kuno, lizardman menjadikan daerah rawa sebagai rumah mereka, memberi makan hewan liar setempat seperti aligator, burung, dan ikan.

Gaganpo adalah pahlawan yang dihormati dari Ekor Biru, salah satu suku lizardman. Hari ini merupakan hari istimewa yang datang setiap tujuh hari sekali, sehingga dia membersihkan tubuhnya dari kotoran bekas perburuan. Dia mandi dalam air bersih di ruang cuci kecil di dekat tempat tinggal sukunya. Saat berburu, lizardman akan dilumuri lumpur, menggunakan kapak dan tombak batu untuk membunuh mangsanya tanpa mereka sadari. Ini berarti mereka sering ditutupi dengan segala macam kotoran.

Pada hari itu, Gaganpo memburu aligator besar, dan sekarang dia membersihkan kotoran dengan air. Saat kotoran hilang, tubuhnya yang berotot terlihat oleh semua orang. Untuk memastikan dia benar-benar bersih, dan juga untuk mengeringkan air dingin, dia mengarahakan wajahnya ke arah matahari di surga dan membentangkan tubuhnya, bermandikan cahaya.

Dia seorang lizardman dengan tinggi rata-rata, tubuhnya dipenuhi otot-otot yang terbentuk. Kulitnya ditutupi sisik hijau keras dengan bekas luka berwarna biru muda yang setengah sembuh. Kulitnya cukup keras untuk menangkis serangan pedang manusia. Sudah delapan tahun sejak Gaganpo lahir ke dunia ini, yang berarti pengalaman tempur dan masa mudanya berada di puncaknya. Bekas luka yang dia miliki di tubuhnya adalah bukti bahwa dia adalah pahlawan yang bertahan dari banyak pertempuran berbahaya.

Gaganpo menyeka dirinya dengan kain tenun dari tanaman rambat. Dia mengambil waktu sejenak untuk mengagumi sinar matahari yang memantul dari tubuh berototnya kemudian berbalik untuk memakai perlengkapannya. Baju besi-nya yang baru dibersihkan terbuat dari kulit hydra yang dia pimpin untuk bertarung. Baju besi itu sendiri mirip dengan apa yang dipakai prajurit manusia yang dikenal sebagai "kesatria". Senjata favoritnya adalah tombak dengan ujung batu hitam, tetapi dia tidak mengambilnya. Menurut pakta yang dibuat jauh sebelum Gaganpo lahir, tidak ada senjata atau pertarungan di dunia lain tempat Nekoya berada.

"Seharusnya sudah benar."

Gaganpo melihat bayangannya sendiri di air yang tenang dan berdeham, lalu mengangguk. Dia telah siap untuk pergi ke Nekoya. Matahari tepat di atas kepalanya, menandakan waktu telah tiba. Gaganpo mengambil napas dalam dan berlari seperti kuda menuju desa tempat pintu Nekoya akan muncul.

Di alun-alun utama kota yang ditunggu oleh kepala desa yang pendek, tubuhnya ditutupi tato yang menandakan pemujaan terhadap dewa air biru. Banyak lizardman lain yang juga menunggu dengan sabar kedatangan Gaganpo. Mereka menampar ekor mereka ke tanah untuk menunjukkan rasa hormat mereka kepada pahlawan.

"Kepala suku, aku siap."

"Bagus. Jaga dirimu, Pahlawan.”

Biasanya, jika seorang lizardman hidup sampai dua puluh tahun, dia dianggap berumur panjang. Pria kepala desa ini entah bagaimana berhasil hidup tiga kali lebih lama. Dia menganggukkan kepalanya ke Gaganpo.

“Gaganpo! Kami telah membawakan batu perak, batu tembaga, dan piring!"

Anak-anak, yang masing-masing berumur sekitar satu tahun, datang sambil berlari ke arah prajurit, mata mereka berbinar-binar dalam kegembiraan dan harapan. Mereka membawa sekantong batu perak dan tembaga pipih berbentuk bundar yang mereka dapat dari suku manusia sebelah yang ditukar dengan kulit aligator. Salah satu anak membawa beberapa piring kayu.

“Kerja bagus. Terima kasih." Gaganpo mengambil barang-barang itu dari anak-anak, akhirnya siap untuk pergi ke dunia lain.

Dia berdiri di depan altar tempat pintu ke dunia itu lain muncul. Selama bertahun-tahun, daerah ini telah dihiasi dengan segala macam batu dan bunga yang indah. Menurut kepala suku, pintu ini pertama kali muncul di sini bahkan sebelum dia lahir. Altar ini dibangun di tempat di mana pintu pertama kali muncul.

Pada saat kemunculannya yang pertama, lizardman yang memutuskan untuk memasuki pintu tanpa mengetahui tujuannya adalah Gerupa, prajurit terkuat di Suku Ekor Biru pada saat itu. Di sisi lain pintu, dia mengalami pertemuan penting di "Nekoya dari Dunia Lain." Dia kembali dengan makanan luar biasa dari tempat aneh itu. Itulah awal dari tradisi baru: pada hari ketujuh, setiap kali pintu hitam muncul di dunia mereka, anggota suku yang paling kuat akan melakukan perjalanan ke "Nekoya dari Dunia Lain" dan membawakan mereka suatu makanan. Mereka memilih pahlawan ini melalui festival yang diadakan setiap tahun.

"Aku berangkat sekarang."

Dengan mata penuh harap dari anak-anak dan perempuan di belakangnya, Gaganpo disambut oleh lonceng pintu ketika dia melangkah ke dunia lain.

"Selamat datang!"

"Mm. Aku kembali."

Gaganpo menundukan kepalanya pada penguasa dunia lain; pemilik. Berkat suatu sihir, bahasa lizardman, atau mungkin lebih tepatnya, bahasa dunia mereka, secara otomatis akan diterjemahkan untuk pemilik. Berkat ini, Gaganpo merasa lebih mudah untuk berbicara dengan pria paruh baya itu daripada dengan manusia di dunianya sendiri.

“Nasi omelet. Ukuran besar. Juga tiga omelet untuk dibawa pulang." Gaganpo duduk dan menyerahkan kepada pemilik tiga piring kayu, membuat pesanan seperti biasa. Penguasa dunia ini telah mengajarkan pahlawan cara memesan makanan ketika dia pertama kali mengunjungi tempat yang aneh ini. Dengan memberi manusia itu batu perak dan tembaga, Gaganpo akan dilayani dengan makanan dunia lain.

"Baiklah. Tunggu sebentar. " Sang pemilik mengambil piring kayu besar dan kembali ke belakang.

Selagi Gaganpo menunggu, matanya melirik ke sekeliling interior restoran. Ini sekitar tengah hari, yang berarti ada pelanggan lain yang datang. Dia melihat elf dengan telinga yang turun, kurcaci pendek yang berjanggut, dan bahkan manusia. Mereka semua penghuni dunianya yang juga datang melalui pintu hitam. Menurut suku manusia tempat para lizardman menjual batu dan kulit, ada dunia yang luas di luar daerah rawa. Bagi Gaganpo, yang telah tumbuh dan tinggal di sana sepanjang hidupnya, ini adalah kisah yang sulit untuk diterima.

Namun, hanya dengan melewati pintu, Gaganpo mendapati dirinya di tempat seperti ini. Pelanggan lain tampaknya menikmati makanan lezat mereka. Ras dan kota asal mereka semua berbeda, tapi mereka memiliki tujuan yang sama. Itulah alasan kenapa pertarungan berdarah tidak pernah terjadi di sini.

"Maaf membuat Anda menunggu. Saya akan membawakan makanan takeout ketika Anda akan pergi. "

"Mm. Terimakasih banyak."

Gaganpo akhirnya berhadapan dengan tujuan utamanya. Itu adalah makanan berwarna kuning dengan garis-garis merah cerah yang menghiasi permukaannya. Gaganpo menelan ludah saat aroma telur yang dimasak keluar dari hidangan yang disebut "nasi omelet." Dia dengan gembira meraih sendok berkilau di sebelahnya.

"Terima kasih atas makanannya."

Gaganpo mengucapkan kata-kata suci yang diucapkan orang-orang di dunia ini sebelum makan dan membawa sendoknya ke atas piring. Telur itu pecah dengan seketika, begitu lembut sehingga sendok dengan mudah tenggelam ke dalamnya. Bagian dalam omelet yang terbuka dikemas dengan semacam isian merah. Ada juga semacam sayuran oranye. Kacang hijau cerah berfungsi sebagai pembeda yang indah dari warna lainnya. Daging ayam asin, jamur dunia lain yang tidak dapat ditemukan di daerah yang hangat, dan sejumlah sayuran lain semuanya dipotong dadu menjadi potongan-potongan kecil, dicampur bersama untuk membentuk satu makanan lezat yang dibungkus dengan pelukan hangat dari telur kuning.

Ini benar-benar hidangan dunia lain, pikir Gaganpo ketika dia membawa sendok kecil berisi sejumlah bahan yang berbeda ke mulutnya.

"Mm."

Campuran rasa yang menyebar ke seluruh mulut Gaganpo sama dengan yang dia alami tiga tahun lalu ketika dia pertama kali terpilih sebagai pahlawan sukunya dan melangkah melalui pintu hitam. Tak perlu dikatakan, bagian pertama dari makanan yang berperang di mulut Gaganpo adalah telur. Ras lizardman menghabiskan banyak waktu meneliti bagaimana mereplikasi rasa ini menggunakan telur aligator yang ditemukan di daerah rawa tetapi hanya sedikit berhasil. Mereka tidak bisa meniru tekstur omelet yang sangat lembut.

Hidangan di depan Gaganpo terbuat dari susu dan mentega, dengan rasa asin yang kuat dan rasa manis yang lembut. Yang menyatukan semua rasa intens itu bersama adalah saus merah asam di atasnya. Jika makanan ini hanya telur dan saus merah, bisa saja digambarkan sebagai makanan dan prestasi yang luar biasa.

Tapi semuanya sama lezatnya. Ayam itu, kemungkinan diasinkan untuk mengawetkannya, mengeluarkan jus gurihnya begitu orang menggigitnya. Sementara itu, irisan jamur tipis dunia lain memiliki rasa yang kaya dan sederhana.

Butiran oranye menyelimuti sayuran dunia lain yang dicincang dan ditumis, membuat rasa mereka menjadi satu. Itu adalah rasa yang sama dengan yang dialami Gaganpo saat dia menelan sedikit nasi omelet. Beruntungnya, masih banyak yang harus dia habiskan.

Gaganpo buru-buru memindahkan sendoknya lagi. Meskipun piringnya dua kali lebih besar dari ukuran pelanggan lain, dia membuat makanan di atasnya menghilang dalam waktu singkat.

"Mm. Tambah lagi,” dia memesan lagi, bahkan sebelum dia menyelesaikan porsi pertamanya.

"Tentu."

Tiga tahun telah berlalu sejak lizardman pertama kali memakan hidangan ini. Seperti semua pahlawan sebelumnya, dia juga kecanduan dengan rasanya yang luar biasa. Akhirnya, dia menghabiskan makanannya dan menarik napas puas. Dengan perutnya yang penuh, dia merasa diliputi kegembiraan.

"Selesai." Gaganpo mengucapkan kata-kata suci yang digunakan untuk menandai berakhirnya suatu makanan di dunia ini dan menunggu pemilik kembali.

"Maaf membuat Anda menunggu! Ini tiga omelet Anda untuk dibawa pulang."

"Mm, makanannya sudah siap?"

Sang pemilik keluar dengan tiga piring, seolah-olah dia telah menunggu Gaganpo untuk menyelesaikan makanannya sebelum muncul kembali. Di setiap piring ada omelet besar. Setiap piring itu dilapisi kantong tembus pandang, semuanya untuk para lizardman di desanya.

"Mm. Bayarannya." Gaganpo memastikan isi piring-piring itu dan membuka tasnya, menunjukkan pada pemilik batu perak dan tembaga di dalamnya. Pria itu meraih dan mengambilnya sesuai yang dia butuhkan.

"Terima kasih!"

Setelah mendengar perkataan pemilik, Gaganpo menutup tasnya dan meletakkannya kembali di pinggangnya. Baginya, batu perak dan tembaga ini bernilai sama dengan batu-batu di jalanan. Paling bagus, kalian bisa melemparkannya menjadi semacam senjata dasar. Dikatakan, sepanjang yang bisa diingat oleh suku itu, pemilik restoran ini lebih memilih batu perak dan tembaga dibanding benda-benda lain seperti ikan kering atau batu hitam yang bisa diubah menjadi senjata. Ini berlaku bahkan sampai sekarang.

Pemilik mengeluarkan piringnya satu per satu, tetapi Gaganpo dengan mudah mengangkat semuanya sekaligus. Dia memegang satu di tangan kanannya, satu di tangan kirinya, dan satu lagi dengan ekornya.

"Selamt tinggal." Gaganpo menuju ke pintu keluar.

"Kami menanti kunjungan Anda selanjutnya!"

"Mm."

Gaganpo menunduk kepada pemilik yang dengan sopan membukakan pintu untuknya dan melangkah keluar. Dia kembali ke alun-alun desa, tepat di depan altar. Di sekeliling daerah itu ada banyak lizardman, dengan penuh semangat menantikan kedatangannya dan mengawasi altar dengan saksama.

"Aku kembali dengan hidangan!"

Pahlawan dengan sangat gembira mengangkat ketiga piring ke atas, membuat lizardman memukuli ekor mereka ke tanah dan berteriak kegirangan. Tak lama kemudian, para wanita muda dari suku itu mendekati Gaganpo dan mengambil piring-piring besar darinya. Lalu mereka meletakkan makanan yang terbungkus di depan kepala desa, yang dengan hati-hati memastikan untuk tidak merobek penutupnya ketika dia membuka bungkusnya. Lizardman langsung terpikat dengan aroma yang dibebaskan dari bungkus tembus pandang.

Bagi mereka, ada beberapa hal yang lebih penting daripada hidangan telur kuning ini. Semua lizardman dengan cemas menelan ludah yang menumpuk di mulut mereka. Kepala desa menggunakan batu hitam tajam untuk memotong setiap omelet, memastikan untuk memotongnya dengan ukuran yang sama untuk semua yang hadir.

Tumisan sederhana daging yang dipotong kecil dan oranie yang keluar dari omelet di piring pertama. Kualitas dagingnya yang gurih, yang dibumbui dengan sedikit garam dan lada, dikombinasikan dengan manisnya oranie. Ini membuat rasa telur dan saus merah dengan mudah dikenali, menyisakan ruang agar setiap bahan dapat dinikmati sendiri.

Keju putih dan daging asap tumis keluar dari omelet kedua. Keju, makanan manusia dengan rasa yang sangat unik, dan daging yang diasinkan dan diasapi, merupakan makanan yang tidak dapat ditemukan di daerah rawa. Daging asap memiliki rasa yang tidak dapat ditiru dengan mudah, dan ketika dilapisi dengan keju, menciptakan sensasi leleh di mulut.

Di dalam omelet ketiga terdapat sekelompok shripe kecil yang ditutupi dengan krim putih manis. Krim, sebagai bahan paling manis dari tiga hidangan ini, melengkapi rasa segar dari shripe dengan cukup baik.

Mata lizardman secara alami menyipit dalam menanggapi aroma tajam yang mengelilinginya. Untuk memastikan bahwa semua orang di desa mendapatkannya, setiap lizardman hanya bisa mengambil dari satu omelet. Yang mana yang akan mereka pilih? Kalau saja mereka bisa memilih semuanya. Beberapa lizardman memikirkan itu saat mereka menunggu kata-kata ajaib kepala suku.

…Lalu.

"Kau boleh makan!" Sebagai orang yang bertanggung jawab untuk membagikan makanan, kepala desa memiliki hak untuk memilih piring mana yang dia inginkan. Dia mengambil sepotong omelet keju, dan tak lama kemudian lizardman lain dengan sopan bertarung memperebutkan potongan lainnya. Setiap potongan berukuran lebih kecil dari telapak tangan mereka. Itu tidak penting bagi mereka. Ini adalah hidangan yang hanya bisa mereka dapatkan setiap tujuh hari sekali. Bagi para lizardman yang terlahir di Suku Ekor Biru, ini adalah harta mereka yang paling berharga.


Sebagian menelan potongan mereka seluruhnya dan yang lain sedikit demi sedikit, mereka semua dengan gembira memukul ekor mereka ke tanah saat mereka makan.

Gaganpo adalah satu-satunya lizardman yang berjalan mundur dan menontonnya. Sebagai pahlawan, dia istimewa karena diizinkan untuk makan sampai kenyang di restoran. Sebagai gantinya dia tidak boleh mengikuti perayaan yang sebenarnya. Gaganpo merasa sedikit kecewa, bahkan walaupun dia mengerti alasannya.

Ya, tidak begitu lama sampai festival berikutnya, kan?

Menonton acara itu mengingatkannya pada makanan yang dia makan beberapa saat sebelumnya. Posisi pahlawan desa sangat diimpikan karena hak khususnya. Banyak prajurit lain yang memperebutkan tempatnya.

Gaganpo tidak berencana membiarkan orang lain merebut posisinya, tidak ketika ada omelet yang lezat di depannya.

Aku akan tetap menjadi pahlawan desa ini. Lalu…

Dia akan makan omelet sebanyak mungkin sampai tahun depan.

Gaganpo, pahlawan Suku Ekor Biru, menguatkan tekadnya lagi dan memukul ekornya ke tanah dengan bunyi yang keras.
full-width