Bab 6: Untuk Masing-Masing Sumpah Mereka

(Penerjemah: Anickme)


1

Saat dia terbaring di kasur, wajahnya terlihat tenang, membuat orang-orang berpikir kalau dia hanya tertidur.

Ketika dia melihat bulu mata di ujung kelopak matanya yang tertutup, tanpa dia sadar berpikir, Wow, sudah lama ya. Ekspresinya ketika dia bangun biasanya tegas, tetapi seseorang bisa melihat sekilas usianya di wajahnya ketika dia tertidur.

Saat ini dia berpikir, dia belum pernah melihat wajahnya saat tidur.

Dia selalu membangunkan Subaru, selalu bersikap keras padanya, dan baru sekarang dia menyadari betapa cantiknya dia ketika dia membiarkan kekerasan itu melunak.

Dia melihat wajah terkejutnya, wajah memerahnya, wajah cemberutnya, wajah menangisnya, dan senyuman yang dia tunjukkan kepadanya ketika mereka bergembira. Dia punya banyak kesempatan untuk menyadari itu sebelumnya.

"—Rem."

Rem tidak tidur dengan seragam pelayan yang biasanya dia kenakan. Tidak ada aksesoris bunga di rambut birunya yang indah. Bagi seorang pelayan, itu adalah perlengkapan untuk berperang—sekarang dia tidak membutuhkan barang-barang itu lagi.

"Jadi kau di sini."

Subaru menghabiskan waktunya di ruangan yang tenang dan sunyi itu ketika seseorang berbicara dengannya.

Saat dia perlahan berbalik, dia melihat seorang wanita berdiri di pintu masuk memakai gaun ungu muda. Wanita itu berambut panjang, indah, dan berjalan dengan anggun.

Tapi ada sedikit keanehan pada gerakannya, seolah-olah dia merasakan hal aneh yang tidak sesuai dengan kebangsawanan yang dia dapat sejak lahir. Dan ketika dia mendekat, perasaan aneh itu menyebar ke Subaru juga.

"Apa dia…?"

"Tidak ada yang aneh sama sekali. Aku tidak melakukan apa-apa, aku hanya duduk diam. Menyedihkan sekali bagaimana aku bisa bertahan padanya seperti ini... "

"Aku ingin tahu apa itu mungkin... membuatnya bahagia, entah bagaimana caranya."

Saat Subaru menundukkan kepalanya, wanita itu dengan malu menghiburnya. Tapi kata-kata itu, yang tidak dapat menenangkan pikirannya, membuat Subaru tanpa sadar menatapnya.

"…Aku minta maaf. Sepertinya aku terlalu jauh dan menyinggungmu. ”

"…Aku juga minta maaf. Aku bingung. Rem akan marah padaku. Dia akan berkata, 'Subaru, kau tidak boleh membawa barang keluar dari kamar orang lain atau semacamnya."

Subaru menunduk kepada wanita yang meminta maaf itu, tersenyum lemah saat dia menirukan cara bicara Rem.

Di pikirannya, dia bisa mendengar suaranya mengatakan kata-kata itu. Namun suaranya tidak mencapai siapa pun. Tidak ada yang berkata kalau sikap Subaru itu hanyalah kebohongan.

Sikap Subaru yang kosong dan lucu membuat wanita di depannya itu terlihat sedih, menutupi matanya. Tanpa sadar, dia menggeser tangan kanannya ke lengan kirinya—memegangnya seolah-olah menahan anggota badan yang baru saja disambungkan.

Keheningan jatuh di kamar itu, dan Subaru menggelengkan kepalanya, tahu bahwa dia tidak bisa membiarka itu berlanjut. Ketika kau merasa sedih, keheningan yang jatuh dapat menjadi nyaman, dan mudah untuk menjadi apatis dan menghentikan kakimu. Tapi bukan itu yang harus dilakukan oleh lelaki yang dipercayai Rem.

"Apa kau... butuh sesuatu dariku?"

"Ya. Orang-orang berkumpul di markas untuk berdiskusi. Akan lebih baik jika memiliki... uh... "

Wanita itu terlihat seakan-akan telah terseret oleh kata-katanya saat dia lanjut membicarakan hal yang dia maksud. Tapi di tengah pembicaraan itu, pipinya menegang. Melihat ini, Subaru menunjuk dirinya sendiri dan berbicara.

"Aku... Natsuki Subaru."

"…Aku minta maaf. Tuan Natsuki Subaru, kan? Akan kuingat dengan baik. Aku sangat menyesal telah bersikap kasar kepadamu setelah semua yang kau lakukan untukku."

"Apa boleh buat. Terlalu banyak hal yang harus kau ikuti sekarang, jangan khawatir."

Wanita itu meminta maaf dengan tulus— tetapi perasaan aneh dari sikap feminin yang sangat anggun itu merobek dadanya. Tapi dia tidak cukup kasar untuk mengatakan itu.

"Yah, sampai jumpa lagi, Rem."

Memalingkan kepalanya, Subaru memberi tepukan lembut pada kepala Rem. Dadanya sedikit naik dan turun; tubuhnya terasa hangat saat disentuh. Tubuh fisiknya yang hidup hadir dengan kuat.

Baginya, yang hilang dari ingatan orang lain, itulah satu-satunya yang tersisa.

"Markas, katamu. Sangat buruk untuk membuat semua orang menunggu, jadi ayo pergi, mungkin?"

"Ya, mari kita lakukan, Tuan Subaru Natsuki."

Wanita itu tersenyum indah ketika dia memanggilnya. Sensasi feminim yang terlihat sekilas dari gerakan itu benar-benar merobeknya dengan cara yang salah.

Menyadari ketidaksenangannya, Subaru memalingkan wajahnya, tersenyum ramah untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya ada di hatinya ketika dia berbicara.

"Maaf membuatmu datang sejauh ini untuk menjemputku... Crusch."

Dia memanggilnya dengan namanya, meskipun sepertinya dia sudah menjadi orang lain sepenuhnya.

2

Semuanya telah selesai pada saat Subaru kembali di ibu kota kerajaan.

"Rem, Siapa?"

Emilia mengucapkan kata-kata itu kepada Subaru, memiringkan kepalanya dengan bingung.

Mungkin, jika perkataan dan gerakannya memberi sedikit petunjuk bahwa Emilia sedang bercanda, Subaru akan mengikutinya dan mengatakan sesuatu yang iseng.

Tapi Subaru tidak melihat sedikit pun hal seperti itu dari sikap Emilia, dan ketika Subaru kaget, Emilia tidak berkata Hanya Bercanda! tidak peduli seberapa lama dia menunggu.

Sama seperti Petra dan anak-anak lainnya. Tak ada satu pun dari mereka yang mengingat Rem.

Menghadapi kenyataan itu di dalam pedati naga, Subaru dengan putus asa pergi ke ibukota.

Tidak mungkin. Pasti ada kesalahan. Itulah yang dia yakini.

Bagaimanapun, semuanya harusnya baik-baik saja. Subaru seharusnya meraih hasil terbaik. Dia telah mencapai tujuannya, melindungi orang-orang yang berharga baginya, dan mengatasi kesedihan dan penderitaan, melanjutkan perjuangan meskipun hatinya terluka berkali-kali.

Dan lagi—

"—"

Ketika kaki Subaru melangkah masuk ke markas, tatapan orang-orang yang sudah berada di dalam terhadapnya. Dia membayangkan, perasaan tidak nyaman yang dia dapatkan dari mereka adalah kerugian yang dibuat dari kesalahan yang mereka hasilkan sendiri.

Tiga orang di markas itu adalah Emilia, Ferris, dan Wilhelm. Ditambah dengan kedatangan Subaru dan Crusch, sehingga ada lima orang yang ikut berdiskusi.

"...Ah, aku senang kau kembali. Nona Crusch, maaf aku membuatmu melakukan sesuatu."

"Tidak masalah. Tidak apa-apa, Tuan Ferr—"

“—Ferris baik-baik saja. Kita telah lama bersama, serta itu akan membuatku merasa aneh jika kau menambahkan Tuan atau hal lain pada saat ini, meow. Tanpa penambahan, oke?"

Setelah menyambut Crusch, Ferris mengubah suaranya dengan nada suara yang meyakinkan. Dia melepas seragam pengawal kerajaannya dan berpakaian feminin dengan rok pendek.

Dengan tangan yang dipegang oleh Ferris, Crusch terlihat bertentangan ketika dia duduk di sampingnya dan berbicara.

"Aku tidak bisa menjamin akan seperti sebelumnya, tapi akan kucoba, Ferris... Mm, Ferris."

"Kau tidak perlu terburu-buru. Ferri akan selalu menjadi sekutumu, selalu di sisimu. Selain itu, sepertinya Nona Crusch saat ini telah menemukan cara baru untuk menjadi cantik.”

Ferris memegang tangannya seperti yang selalu dia lakukan bersama Crusch yang lebih gagah sebelumnya. Sikap Ferris membuat Subaru memendam perasaan yang rumit.

Meskipun Crusch telah banyak berubah, kedekatan Ferris terhadapnya tidak berubah. Dia bahkan tidak bisa membayangkan betapa sedihnya Ferris yang bersembunyi di balik senyuman itu.

"Subaru..."

Lalu, ketika Subaru berdiri diam, Emilia mengalihkan pandangan ke arahnya. Tatapan sedih membuat napas Subaru naik; dia duduk di sampingnya seolah itu satu-satunya hal yang wajar untuk dilakukan.

"Tidak apa-apa, Emilia. Aku sudah tenang sekarang—aku baik-baik saja."

Suaranya terdengar baik. Dia mempertahankan ketenangannya. Tapi dia tidak bisa melihat mata Emilia; dia begitu sibuk bersikap tidak peduli sehingga dia tidak menyadari tangannya gemetar.

"—Sekarang karena Tuan Subaru dan Nona Crusch telah kembali, kita mulai diskusinya."

Dengan suara rendah, Wilhelm berbicara, memotong keheningan yang canggung untuk mengisi suasana.

Wilhelm jarang memimpin diskusi. Ferris, yang berkesimpulan bahwa Pedang Iblis dengan canggung berusaha memperbaiki suasana, dengan enggan mengambil peran sebagai pemandu diskusi dan berbicara.

"Yah, mari kita lakukan seperti yang dikatakan Pak Tua Wil... Pertama, bagaimana kalau kita membahas situasi lagi?"

Dengan kata-kata itu, mereka mulai mendiskusikan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah tewasnya Paus Putih dan Uskup Agung Tujuh Dosa Besar dari Kemalasan.

Situasi yang menimpa Rem, Crusch, dan anggota pasukan ekspedisi sangat sederhana.

Setelah berpisah dari Subaru dan kelompoknya, Rem dan yang lainnya tengah kembali ke ibukota kerajaan dengan kepala Paus Putih ketika mereka diserang oleh Kultus Penyihir yang terpisah. Akibatnya, setengah dari pasukan ekspedisi terbunuh selama perjalanan pulang—dan menurut kisah itu, Iron Fangs, yang langsung berpisah sesuai arahan kapten mereka, berhasil lolos dari kehilangan banyak pasukan.

"Iron Fangs yang melarikan diri kembali dengan bala bantuan dari ibukota, tapi... Uskup Agung Tujuh Dosa Besar sudah pergi, dan yang tersisa hanyalah yang mati dan..."

"...Mereka yang berkeadaan sama denganku, kan?"

Crusch menyelesaikan perkataan Ferris, mengerutkan alisnya dengan kecewa. Kesedihan dari ekspresi yang diperlihatkan sudah pasti berasal dari rasa ketidakberdayaan yang dia rasakan Lagipula, dia hanya bisa merasa hal yang mereka bicarakan telah terjadi pada orang lain—

"Ingatan mereka sendiri dihapus... begitu. Kau pikir ini juga hasil perbuatan Uskup Agung Tujuh Dosa Besar?"

"Aku sangat yakin akan hal itu. Sudah ada berbagai laporan mengenai orang yang kehilangan ingatan jauh sebelum Nona Crusch dan yang lainnya. Mereka menyatakan bahwa ingatan para korban tiba-tiba menghilang, bahkan mantra penyembuhan tidak dapat memulihkannya. Penyebabnya belum diketahui sampai sekarang, tetapi mungkin Kemalasan... "

"—Tidak diragukan lagi, ini adalah Otoritas Uskup Agung Tujuh Dosa Besar dari Kultus Penyihir."

Wilhelm menyilangkan tangannya saat dia mengangguk sedih. Lelaki tua itu terlihat mengerikan ketika dia mengalihkan pandangannya yang seperti pisau ke Crusch. Tatapan itu tanpa sengaja membuat Crusch takut.

"Tidak, Nona Crusch, kau tidak bersalah. Aku sangat menyesal telah membuatmu takut."

“...Akulah yang minta maaf karena aku penakut. Tuan Wilhelm, aku berusaha untuk mengingatmu juga, tapi ... "

Getaran lemah terbentuk di wajah pendekar pedang tua itu ketika Crusch memanggilnya Tuan Wilhelm. Tidak diragukan lagi dia merasa bertanggung jawab sebagai pelayan memalukan yang menyebabkan tuannya menunjukkan penampilan yang menyakitkan. Subaru merasakan penyesalan yang sama, karena sekarang dia tahu betapa besarnya kesetiaan Wilhelm.

“Kita akhirnya mengalahkan Kemalasan, hanya agar Uskup Agung Tujuh Dosa Besar lainnya muncul setelahnya. Itu yang terburuk, meow. Yah, kami tahu Kultus Penyihir akan membuat keributan setelah Nona Emilia memasuki pemilihan kerajaan, meskipun... "

"...Jadi itu benar-benar... salahku...?"

Emilia sedikit menunduk saat Ferris mengarahkan pembicaraan kepadanya. "Kurasa begitu," kata Ferris, setuju dengan gumaman pelan Emilia tanpa ragu sedikit pun. "Nona Emilia adalah setengah peri, jadi tidak mungkin Kultus Penyihir akan membiarkan ini. Lagipula, mereka berubah dari tindakan menyeramkan yang tenang menjadi keributan besar ini, jadi pasti berkaitan dengan itu."

"Orang-orang ini... melukai orang lain karena mereka membenci setengah iblis...?"

“Tidak pantas melukiskannya dengan kebencian. Mereka terobsesi untuk memusnahkan Nona Emilia... dengan memusnahkan semua setengah peri. Ini hanya... sebagian kecilnya."

"Sebagian kecil, dan mereka melakukan hal-hal mengerikan seperti itu. Subaru, apa kau—? ”

Suara Emilia bergetar saat dia memanggil nama Subaru; kata-katanya terhenti. Namun, ketika matanya bertemu dengannya, kata-kata yang terputus tetap disampaikan kepadanya. Emilia mungkin akan bertanya padanya ...

Subaru, apa kau juga membenciku...?

“—! Ini konyol. Ferris, berpikirlah sebelum mengucapkan sesuatu. Jangan berkata seperti itu kesalahan Emilia. Hanya seorang bajingan yang menyalahkannya terus menerus."

Melihat Emilia yang tersiksa oleh rasa bersalah, Subaru tersinggung dengan maksudnya dan bangkit untuk membelanya. Dia menatap Ferris, menegurnya karena sikapnya yang tajam terhadap Emilia.

"Jangan menyalahkan orang yang tidak ada hubungannya. Menyakiti sekutumu karena salah paham tidak membantu apa-apa."

“Hmm, terdengar meyakinkan ketika Subawu mengatakannya. Apa mungkin kau punya pengalaman seperti itu sebelumnya?"

"—!"

Sarkasme itu mengandung kebencian sebening kristal terhadap Subaru. Karena itu Subaru menggertakkan giginya dan tanpa sadar mulai bangkit. Tapi sesaat sebelum dia melakukannya—

"Ferris—aku tidak bisa mengabaikan apa yang kau katakan tadi. Minta maaf."

Sebelum Subaru memberi kekuatan pada lututnya, Crusch-lah yang memarahi Ferris.

Mengenakan gaunnya, Crusch, yang begitu lemah sampai saat itu, menegaskan ekspresinya; dia dengan keras menegur ksatrianya sendiri karena kekasarannya, mengajarinya dengan tatapan yang tegas dan tajam seperti Crusch yang lama.

“Seperti yang dikatakan Tuan Natsuki Subaru, sudah jelas siapa yang harus disalahkan atas masalah ini. Juga, kau tidak tahan mengejeknya karena menyatakan pendapat yang benar. Kau mengerti, kan?"

"...Ya, Nona Crusch."

Crusch saat ini sedikit melunakkan ucapannya yang tegas. Perkataan dan tindakannya sangat mirip dengannya, sesuatu yang mengejutkan Subaru.

Ferris, yang belum bisa menyembunyikan keterkejutan, menundukkan kepalanya ke arah Subaru dan Emilia.

"Nona Emilia, aku minta maaf atas kekasaranku. Dan Subawu, maaf, ya?"

"Kau bo— Ya, tidak apa-apa. Lebih penting lagi, mari kita kembali ke jalurnya. Aku cukup memahami insiden hilangnya ingatan Crusch... Itu membuat Rem...... seseorang dihapus dari ingatan orang lain."

Subaru menanggapi permintaan maaf Ferris, menggelikan sampai akhir, dengan mengalihkan ke situasi Rem, masalah utama—atau setidaknya masalah utama baginya.

"Ingat, Rem bukan hanya khayalan di pikiranku. Dia adalah... seorang gadis yang sangat penting bagiku. Kita juga tidak akan mengalahkan Paus Putih tanpanya."

"Tuan Subaru..."

Wilhelm juga menurunkan suaranya saat Subaru mengeluhkan perbedaan dalam bagaimana ingatan itu dimakan.

Tidak seperti Crusch, yang kehilangan ingatannya sendiri, Rem telah dihapus dari ingatan orang lain. Kehilangan ingatan para korban pasukan ekspedisi yang diserang terbagi antara dua gejala. Namun terkait kasus terakhir, Subaru dan yang lainnya mengetahui kasus serupa sebelumnya.

"Seperti efek kabut Paus Putih, meow. Orang-orang yang dihapus oleh kabut itu terhapus dari ingatan semua orang."

"Menurut informasi Tuan Subaru, Paus Putih berkaitan dengan Kerakusan. Jika binatang iblis itu bisa melakukannya, para Uskup Agung Tujuh Dosa Besar yang menyerang Nona Crusch dan yang lainnya juga berhubungan dengan Kerakusan. ”

"Jadi Otoritas Uskup Agung Tujuh Dosa Besar... ya... Ferris, kau sudah memeriksa tubuh Rem, kan?"

Rem, yang tertidur di kasur saat itu, semua luka luarnya telah sembuh. Saat Subaru bertanya apa Ferris telah menemukan hal lain selain luka luarnya, Ferris menggelengkan kepalanya.

“Terus terang, aku tidak menemukan sesuatu yang aneh—meskipun hasilnya pasti. Hal yang sama berlaku juga untuk bagaimana tubuh terus tertidur, tidak bangun seperti yang dilakukan orang. Ini adalah gejala sindrom Putri Tidur."

"...Apa katamu?"

Subaru mengangkat alisnya akibat perumpamaan yang tiba-tiba. Tetapi sependapat dengan Ferris, Emilia mengangkat wajahnya dan berbicara.

“Aku pernah mendengarnya sebelumnya. Tentu saja gejalanya adalah tidur dan tidak pernah bangun... bukan? Juga, orang-orang yang terkena penyakitnya tidak pernah kelaparan, dan usia mereka juga tidak bertambah.”

“Itu adalah penyakit yang jarang bahkan di kerajaan besar ini. Ada berbagai laporan tentang orang-orang yang terkena sindrom Putri Tidur, tetapi aku belum pernah mendengar ada yang bangun. Selain masalah menghilang dari ingatan, gejalanya juga cocok.”

Wilhelm menambahkan apa yang seharusnya Emilia katakan, tetapi suaranya terdengar jauh lebih meyakinkan. Mungkin seorang kenalannya jatuh ke kondisi Putri Tidur.

Bagaimanapun, tidak ada yang berhubungan dengan kondisi Putri Tidur, atau situasi Rem secara umum, yang berada di luar spekulasi.

"Singkatnya selain bertanya kepada Kerakusan, tidak ada cara untuk mengetahui detailnya. Akhirnya, tidak ada jalan selain berhadapan dengan Kultus Penyihir lagi. Tapi aku sudah siap untuk itu..."

Subaru melihat wajah Emilia ketika dia memperbarui tekadnya untuk melawan Kultus Penyihir.

Obsesi Kultus dengan setengah peri pasti akan membayangi jalan Emilia sesudahnya. Bahkan mengesampingkan masalah Rem, mereka pasti akan menghadapinya lagi. Karena itu, dalam pikiran Subaru, dia menjadi lebih tegas daripada sebelumnya.

"Jadi, Subawu, pihakmu berencana untuk berperang dan menghadapi Kultus Penyihir, meow... aku mengerti."

Ferris entah bagaimana terlihat kelelahan ketika dia menghela nafas.

Lalu—

"Kalau begitu, apa kita bisa... melupakan perjanjian aliansi itu, meow?"

"—"

Kata-kata Ferris yang terdengar tidak memiliki kepedulian menyebabkan keheningan.

Untuk sesaat Subaru tidak mengerti apa yang dikatakannya. Namun, pemahaman cepat tertangkap dipikirannya, bagian dalam tubuhnya menjadi panas karena marah.

"Apa maksudnya? Kenapa pembicaraan kita berubah menjadi pembatalan aliansi?"

Namun terlepas dari amarahnya, Subaru mengajukan pertanyaan dengan suara tenang yang membuang rasa terbakar di dadanya. Ferris bukanlah orang yang akan berbicara tanpa pertimbangan. Setidaknya, Subaru percaya bahwa dia tidak akan melakukan hal seperti itu.

Subaru tidak berteriak marah, dan Ferris memasang ekspresi terkejut ketika dia berbicara.

“Aku mengatakan apa yang kumaksud. Aliansi dibentuk atas dasar saling menguntungkan... tetapi pro sekarang lebih berat daripada kontra, kan? Jadi kupikir kalau bekerja sama saat ini tidak ada artinya, meow."

“Bagaimana dengan hak penambangan di hutan? Mungkin kau berpikir bahwa semua hutang dibayar untuk membantu melawan Paus Putih dan Kultus Penyihir, tapi..."

“—Kau menyuruh kami bekerja sama bahkan ketika Kultus Penyihir akan terus memburu Nona Emilia? Subawu, bisakah kau berjanji padaku bahwa Nona Crusch tidak akan terluka lagi?"

"I-itu..."

Ketika Ferris menanyakan hal itu, Subaru tidak bisa berbicara lagi. Melihat perubahan drastis pada Crusch, dia tidak bisa menolak kekhawatiran Ferris. Bagaimanapun, Subaru menanggung luka setidaknya sedalam miliknya.

Karena itu, tugas memberi tahu Ferris bahwa dialah yang salah bukanlah tugas Subaru.

"Ferris, aku tidak setuju."

Masih duduk di kursinya, Wilhelm melirik wajah Ferris saat dia berbicara. Ferris menatap Pedang Iblis karena mengangkat pendapat yang berbeda.

"Kenapa kau menentang ini, Pak Tua Wil? Dengan Kerakusan yang menyerang Nona Crusch seperti ini, apa gunanya bekerja sama dengan pihak Nona Emilia lagi?"

"Dengan melakukan itu... kesempatan untuk membalas perbuatan Kerakusan pasti akan datang."

“—! Apa kau berkata itu lebih penting daripada nyawa Nona Crusch?!"

Wilhelm, tetap tenang terhadap bantahannya, membuat emosi Ferris akhirnya meledak. Ferris menatap telapak tangannya sendiri sambil menggigit bibirnya dengan menyesal sebelum melanjutkan.

"Jika kita melibatkan diri dengan Kultus lagi, lebih banyak hal seperti ini yang akan terjadi. Ketika waktu itu tiba, Nona Crusch saat ini tidak bisa menolong dirinya sendiri—dan aku tidak akan bisa membantunya. "

"Ferris..."

Subaru mengerti bahwa Ferris merasakan sesuatu yang mirip kebencian ketika dia melihat jari-jarinya yang pucat. Bersentuhan dengan sebagian kecil dari kemarahan itu membuat Subaru akhirnya memahami perasaan penyesalan mereka.

Subaru memendam rasa ketidakberdayaan yang menyiksa seperti Ferris.

Ferris membenci dirinya sendiri karena tidak memiliki kekuatan untuk melindungi Crusch, seseorang yang sangat disayanginya. Bahkan sihir penyembuhannya, yang dikatakan sebagai yang terbaik, tidak dapat menolong Crusch seperti sekarang—

"Pasti itu juga sangat sulit bagi Nona Crusch. Tidak bisa mengingat apa pun, mengerti apa pun... sehingga dia bahkan tidak akan berpikir untuk bertarung seperti ini. Kan? …Kan?"

Ketika Ferris melihat kembali ke Crusch, seperti menempel padanya, ekspresinya hancur. Dia kehilangan ekspresinya yang biasa hingga beberapa saat sebelumnya, setelah menyembunyikan kelemahan di wajah itu, air mata dapat jatuh kapan saja, di balik cangkang setipis kertas.

Semua yang dia lakukan, dia lakukan karena dia berharap untuk tidak membiarkan Crusch terluka—

"Ketika menyangkut ingatanmu, aku yakin aku akan berhasil menyembuhkannya entah bagaimana. Bahkan jika sihirku tidak berguna saat ini, aku akan mengetahuinya. Jadi tolong, jangan lakukan apa pun yang berba— "

"Ferris, terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Ketika Ferris memohon padanya, menunjukkan perasaan yang sebenarnya, Crusch tersenyum lembut ke arahnya.

Namun, apa yang ada di balik senyuman itu bukanlah untuk menyetujui permintaan pelayan untuk menarik diri dari bahaya. Apa yang ada di belakangnya adalah kemauan dan tekad yang kuat.

Dihadapkan dengan permohonan Ferris, dia masih memiliki keinginan untuk menolaknya dengan kuat, dan tekad untuk bertarung.

Ingatan di dalam dirinya mungkin telah lenyap, tetapi tekad Crusch Karsten masih ada.

Bahkan Subaru bisa tahu. Tidak mungkin Ferris, kesatria pribadinya, tidak tahu.

Crusch meletakkan tangannya di atas tangan Ferris yang gemetaran; kemudian dia dengan tegas menatap Subaru dan yang lainnya.

“Masih banyak yang tidak aku pahami. Aku tidak dapat mengingat satu hal pun tentang siapa aku yang dulu. Aku percaya bahwa kau akan menemukan semua hal yang berhubungan denganku... Meski begitu, izinkan aku terlebih dahulu berterima kasih kepada kalian semua karena memelukku begitu hangat."

"Nona Cruuusch..."

"Ferris, aku mengerti bahwa perkataanmu didasarkan kepedulian yang tulus. Aku mengerti jalan yang kau inginkan untuk menuntunku... Mengikuti perkataanmu berarti berjalan di jalan yang aman... tapi... "

Satu per satu, Crusch memandang antara Subaru dan yang lain, akhirnya menatap Ferris dengan lembut, suaranya berlinang air mata.

“Aku tidak mau tidak tahu apa-apa, tidak mengerti apa-apa, dan hanya mengikuti arus. Jika suatu pilihan harus dibuat, aku ingin membuatnya sendiri, dan tidak melakukan apa yang orang lain katakan—aku bermaksud untuk terus memperjuangkannya.”

Bahkan tanpa ingatannya, dia masih sangat menghormati hak kebebasan.

Mungkin tekad dan sifat seseorang tidak berhubungan dengan ingatan, tetapi di tempat lain. Crusch telah kehilangan masa lalunya, namun meski begitu, Subaru hanya berpikir bahwa Crusch yang dia lihat di hadapannya kuat.

Mungkin ini adalah jiwa yang pernah dikatakan oleh Crusch di masa lalu.

"—Uu, ngh, haafh!"

"Sekarang karena Nona Crusch telah berbicara, sepertinya kita tidak ingin membatalkan aliansi."

"Tepat. Nona Emilia, Tuan Natsuki Subaru, kami telah menyebabkan banyak masalah bagi kalian."

Ferris, yang menangis, tidak lagi sanggup untuk melanjutkan pembicaraan. Sebagai gantinya, Wilhelm melanjutkan, Crusch meminta maaf ketika dia memeluk Ferris.

"Tidak, tidak apa-apa... Kami tidak dalam posisi untuk mengeluh. Kita harus bersatu kembali dengan Ram dan mereka yang dievakuasi ke Sanctuary dan mendiskusikan semuanya dengan Roswaal. ”

“Terima kasih. Tuan Natsuki Subaru, apa kau puas dengan kesimpulan i—"


“—Ya, tidak masalah. Selain itu, apa yang terjadi dengan Anastasia dan kelompoknya?"

Subaru maupun Emilia dan Crusch setuju bahwa mereka harus menguatkan aliansi mereka; akhirnya dia memanggil nama lain. Ini adalah nama seseorang yang tidak ikut dalam diskusi terakhir ini, meskipun dia terlibat langsung dengan Paus Putih dan Kemalasan—berurusan dengan Anastasia Hoshin adalah masalah yang sulit bagi kedua kubu.

"...Julius adalah hal lain, tapi tidak mungkin Nona Anastasia tidak menggunakan ini untuk keuntungannya, meow."

Ferris terisak, dan matanya memerah saat dia bergumam kesal dari dalam lengan Crusch.

Fakta bahwa posisi Crusch dalam pemilihan kerajaan—dia dianggap sebagai kandidat kerajaan paling kuat oleh publik—telah sangat terguncang. Itu adalah masalah besar, bahkan dibandingkan dengan kehormatan mengalahkan Paus Putih, dan tidak mungkin Anastasia tidak akan memanfaatkannya.

“Tapi dia juga ingin berbagi kehormatan karena Paus Putih, kan? Bagaimana kalau menyembunyikan apa yang terjadi dengan Crusch?"

"Itu yang... ingin aku katakan. Subaru, bisakah kau... merahasiakan semuanya sampai kita memutuskan bagaimana menghadapi ini? Ini adalah peraturan ekstra untuk aliansi, oke...?"

Ferris mengatakan bagian terakhir dengan agak cepat, seolah berusaha mengusir Subaru. Subaru hampir merasa ingin mengeluh tentang betapa mementingkan dirinya sendiri, beralih dari mencoba membatalkan aliansi menjadi menambahkan peraturan baru, tetapi—

"Ya, mengerti—karena kau bertanya dengan wajah menangis dan semacamnya."

Ledekan itu mungkin cocok, mengingat hubungan antara Subaru dan Ferris.

Karena Subaru sangat tahu bagaimana rasanya menjadi tak berdaya dan terhibur oleh orang yang paling berharga bagimu.

3

"Wilhelm, terima kasih banyak karena mendukungku sebelumnya."

Setelah diskusi di markas selesai, Subaru meninggalkan Ferris yang menangis dan Crusch yang menghiburnya ketika dia keluar bersama Wilhelm di koridor.

"Tidak," kata Pedang Iblis ketika dia melihat ke belakang, tidak bisa menyembunyikan rasa lelahnya dari serangkaian pertempuran saat dia melanjutkan, "Itu sama sekali bukan apa-apa. Kalaupun ada, aku hanya sedikit membantu di saat yang kritis.”

"Itu tidak benar. Kami tidak bisa mengalahkan Paus Putih tanpamu, dan selain itu, tidak ada yang seorangpun bisa aku percayai untuk menjaga Emilia dan yang lainnya dengan aman selain kau. Aku berterima kasih, Wilhelm."

Bukan karena semuanya berjalan lancar. Tapi ini adalah perasaan Subaru yang sebenarnya.

Namun, rasa terima kasih Subaru membuat ekspresi Wilhelm menjadi gelap. Dia adalah tipe orang yang memiliki rasa kewajiban yang dalam dan merasa bertanggung jawab ketika orang lain terluka. Entah bagaimana Subaru berhasil membuat Pedang Iblis yang terlalu baik tersenyum.

“Situasinya masih belum cukup kondusif, tetapi kau akan mengunjungi makam istrimu atau semacamnya, kan? Masih terlalu dini untuk bersantai, tapi kau memang membalaskan dendamnya, dan itu penting, bukan?"

"—!"

Kata-kata Subaru, berusaha untuk mengubah topik, membuat pipi Wilhelm sedikit menegang. Di saat reaksi itu membuat mata Subaru melebar, kebingungannya bertambah dua kali lipat ketika Wilhelm melakukan sesuatu yang bahkan lebih mengejutkan—dia tiba-tiba menundukkan kepalanya dalam-dalam ke arah Subaru.

"Tuan Subaru, aku harus berterima kasih lagi."

"H-hei, tunggu sebentar! Aku yang seharusnya mengucapkan terima kasih, Wilhelm..."

“Tidak, aku yang harus. Sampai saat ini, aku belum menganggapmu sebagai sekutuku. Paling tidak, saat menyatakan kita harus melanjutkan aliansi dengan Nona Emilia, sudut pandangku berdasarkan alasan pribadiku. Bahkan, aku malu dengan keberanianku sendiri dalam menyembunyikan pikiranku yang sebenarnya.”

Subaru, yang tidak mengerti alasan Wilhelm berkata seperti itu, hanya bisa memunculkan tanda tanya di kepalanya.

Di depan Subaru, Wilhelm tiba-tiba menarik lengan jasnya. Bahu kirinya dibalut; darah perlahan mengalir keluar darinya saat itu juga.

"Itu terlihat menyakitkan. Tapi Ferris seharusnya bisa menyembuhkan luka seperti... "

“Luka ini tidak bisa disembuhkan. Itu adalah luka yang tak bisa disembuhkan akibat pedang seseorang dengan kekuatan suci dari grim reaper.”

"Tidak bisa disembuhkan ... Tapi, Wilhelm—!"

Saat Wilhelm menggelengkan kepalanya dengan ekspresi serius di wajahnya, Subaru menatapnya dengan tak percaya. Bahkan Subaru bisa membayangkan teror luka yang tidak akan pernah bisa disembuhkan. Kehilangan darah secara bertahap, sama dengan menghitung mundur pada kehidupan seseorang.

Subaru dipenuhi perasaan tegang, tetapi Wilhelm terlihat cukup tenang.

"Hidupku tidak akan bahaya karena ini."

"Tidak mungkin! Apa yang bisa kau lakukan dengan luka seperti...? ”

“Ini bukan luka yang ditimbulkan dari kejadian hari ini atau kemarin. Itu luka lama dari kejadian sebelumnya yang baru saja terbuka kembali—dan fakta itu sangat membebaniku.”

Subaru mendengarkan Wilhelm berbicara dengan suara pelan ketika dia sadar bahwa tubuhnya sendiri gemetar. Getaran dimulai dari anggota tubuhnya, tetapi pada saat tertentu itu telah menyebar hingga ke akar giginya. Kemudian dia segera menyadari penyebabnya: aura permusuhan yang sangat menakutkan yang dilepaskan oleh Pedang Iblis di depan matanya.

Pedang Iblis melanjutkan dengan suara tenang. “Kekuatan luka yang ditimbulkan oleh kekuatan suci dari grim reaper semakin meningkat jika korbannya dekat dengan orang yang memiliki kekuatan suci juga. Jika mereka dekat satu sama lain, bahkan luka yang tertutup akan terbuka kembali... Begitulah aturannya."

"Lalu orang yang memberikan luka itu kepadamu juga dekat..."

"Orang yang melukai bahu kiriku adalah Ahli Pedang sebelumnya."

Kata-kata itu membuat napas Subaru tersentak ketika dia melihat Wilhelm.

Sebuah api kecil menyala di matanya ketika dia menatap Subaru. Dia melanjutkan, “Luka pedang ini terbuka karena istriku, Theresia von Astrea. Aku harus terus memburu Kultus Penyihir untuk mengungkap kebenarannya."

4

Dia bermaksud berjalan tanpa memikirkan apapun, tapi sebelum dia menyadarinya, dia sekali lagi berakhir berdiri di depan ruangan tempat Rem tertidur.

Kakinya membawanya ke sana setiap kali ada waktu luang. Dia tahu bahwa dia hanya mengikuti keinginan hatinya, berpegang teguh pada Rem ketika dia terus tertidur.

"Kau menyuruhku untuk kuat, tapi... rasanya, setelah kau pergi, Rem, aku tidak bisa menemukan kekuatan itu di mana pun."

Pagi, siang, atau malam, pemandangan Rem yang terbaring di sana tidak pernah berubah.

Dia tetap bernapas. Jantungnya terus berdetak. Tetapi di selain itu, tidak ada satu pun tanda bahwa dia masih hidup. Dia ada di sana, tapi tidak ada. Pada saat itu, Rem tidak ada di mana pun kecuali di hati Subaru.

"—"

Subaru duduk di sisi kasur Rem, memandangi wajahnya yang tertidur saat dia memikirkan kembali...

...dan mengingat ketika, berusaha mengembalikan Rem, dia menggunakan belati untuk menusuk lehernya sendiri.

Dia tidak bisa mengingatnya dengan tepat saat itu. Tetapi tetap saja dia berhasil mengatasi berbagai kendala, meraih hasil terbaik untuk semua orang dengan kedua tangannya—dan tidak ragu untuk membuang semuanya.

Jika itu berarti kehilangan Rem, jika itu berarti bergerak maju tanpanya, dia tidak peduli berapa kali dia harus melawan Kemalasan, berapa banyak neraka yang harus dia lalui... atau begitulah yang dia pikirkan.

Setelah belati menusuk lehernya, dia merasa dirinya memudar di genangan darah, rasa sakit, hasrat, dan kehilangan— Lalu, ketika Subaru sadar akibat Bangkit dari Kematian, pemandangan Rem yang tertidur di kasur terlihat di hadapannya.

"…Sialan. Aku tidak terpikir akan ada auto-save sebelum melakukan bunuh diri. Ini benar-benar kacau."

Subaru, yang berpikir bahwa perubahan titik pengulangan pasti terdapat kesalahan, mencoba mengambil nyawanya lagi. Tetapi saat paradoks itu tenggelam di dalamnya, bahkan jika dia mencoba Bangkit dari Kematian, dia tidak bisa menyelamatkan Rem, dia menghentikan perilaku impulsifnya; belati itu jatuh dari tangan Subaru saat dia terjatuh ke lantai.

Bahkan, melalui Bangkit dari Kematian, dia entah kenapa berhasil kembali ke titik sebelum pertempuran penentuan dengan Petelgeuse, Rem dan yang lainnya sudah berpisah beberapa jam sebelumnya—yang berarti tidak peduli apa yang dia lakukan, tidak ada cara mengejar Rem sebelum mereka diserang dalam perjalanan pulang.

Dan seandainya, dengan suatu keajaiban, dia berhasil menyusul mereka, dia tidak punya rencana untuk mengalahkan Uskup Agung Tujuh Dosa Besar yang baru. Selain itu, jika dia kembali dan meninggalkan Petelgeuse dengan kekejamannya, berarti kehilangan Emilia.

Jika dia mencoba menyelamatkan Rem, dia akan mengorbankan Emilia; jika dia mencoba menyelamatkan Emilia, dia akan mengorbankan Rem—tanpa mengorbankan satu orang pun, dia bahkan tidak bisa terpikir kemungkinan sekecil apa pun untuk menyelamatkan yang lain.

Ketika Subaru menyadari pilihan kejam yang dihadapinya, dia bahkan tidak bisa bunuh diri.

Jadi dia tetap tanpa rencana, tidak melakukan apa-apa selain tetap dekat dengan Rem pada waktu ketika—

"—Jadi kau disini."

Sebuah suara, semerdu bel, tiba-tiba didengar Subaru dari belakang; bahunya naik ketika dia melihat ke belakang. Berdiri seorang gadis yang berharga baginya sedang menatapnya dengan senyuman tipis di bibirnya—seorang gadis yang ditinggalkannya sendirian selama beberapa jam terakhir.

Bahkan dia tidak cukup kasihan untuk mengatakan sesuatu seperti, Apa yang kau lakukan di sini? Aku sibuk.

"Emilia...? Kau butuh sesuatu?"

"Apa aku... perlu sesuatu yang khusus untuk datang? Aku seharusnya dekat dengan gadis itu... dengan Nona Rem, juga, kan?"

"Nona Rem, ya?"

Emilia berjalan ke kasur dan melihat Rem dari sisi Subaru. Rasanya aneh mendengar Emilia menambahkan gelar pada Rem ketika dia membelai rambut peraknya sendiri.

"Ah, itu benar," gumam Emilia dalam menanggapi kata-kata Subaru. "Aku hanya memanggil namanya, bukan?"

"Kau adalah tamu Roswaal, Emilia-tan. Dia adalah adik perempuan Ram, jadi tidak perlu dijelaskan, bukan?"

“Mm, aku sangat mengerti. Maksudku, dia terlihat seperti Ram. Tidak mungkin kau salah."

Gambaran Ram mungkin ada di pikiran Emilia saat dia menatap wajah Rem yang tertidur. Saudara kembar itu mirip dua kacang polong. Selain warna rambut dan matanya, ekspresi wajah, dan ukuran dada mereka, mereka terlihat sama.

Sadar bahwa Ram sudah pasti melupakan Rem juga merobek dada Subaru.

"Subaru, kau belum tidur sama sekali, kan? Kau benar-benar harus istirahat sedikit."

"Aku tidak lelah, sungguh. Aku tidak melakukan apapun."

"Tapi kau benar-benar ingin melakukan sesuatu, bukan? Jika pikiranmu tetap tegang seperti itu, tubuhmu yang akan sakit. Jadi tolonglah.”

Gema permohonannya yang tulus akhirnya membuat Subaru melihat ke arah Emilia. Ketika tatapan mereka bertemu, untuk pertama kalinya sejak dia memasuki ruangan, napas Subaru menangkap tatapan cemberut di matanya yang ungu.

Lalu dia akhirnya mengerti kenapa Emilia datang.

"Aku sangat menyedihkan, ya?"

"Tidak, sama sekali tidak. kau benar-benar sangat membantuku. Sungguh.”

Emilia menggelengkan kepalanya karena Subaru menghina dirinya sendiri. Sejak awal dia khawatir dengan Subaru yang berlari sekuat tenaga. Dengan Subaru yang mendorong dirinya terlalu keras, dia datang untuk memberinya sentuhan lembut.

Dengan Subaru yang duduk di kursinya, Emilia duduk didepannya; tatapan mereka bertemu saat dia dengan sungguh-sungguh mencoba merangkai kata-katanya.

"Aku tidak akan mengatakan sesuatu seperti aku yakin semuanya akan berhasil. Aku tidak bisa menjanjikan hal seperti itu. Aku ingin memahami perasaanmu, Subaru... tapi aku tidak tahu apa-apa tentang seorang gadis yang aku lupakan, jadi jika aku harus berkata sesuatu, aku pikir itu hanya akan menyakitimu."

"—"

"Tapi aku tahu ini—kau tidak bisa hanya khawatir tentang Rem dan memikul beban itu sendirian. Subaru, biarkan aku berbagi beban denganmu. "

"Emilia..."

Kata-kata Emilia yang mengejutkan membuat mata Subaru melebar dengan takjub.

Bagi Subaru, Emilia benar-benar berbicara di luar harapannya.

"Tapi kau bahkan tidak ingat apapun tentang dia ..."

“Apa salah ingin melakukan sesuatu, bahkan jika aku tidak melakukannya? Dia pasti gadis yang cukup berharga bagimu jika wajahmu sesedih itu, bukan? Subaru, apa sangat aneh jika aku ingin membantu?”

"—"

"Aku ingin membantumu dengan cara yang sama seperti kau membantuku. Jika kau terluka, aku ingin melakukan sesuatu untukmu. Itu normal, bukan?"

Dia bisa mempercayai perasaan itu dan mendekatinya tanpa ragu-ragu; kasih sayang itu tidak perlu diragukan lagi.

Untuk pertama kalinya, sikap keras kepala Subaru lenyap, larut dengan kata-kata yang keluar dari mulut Emilia. Ketika dia menyadari hal itu, dia menganggap dirinya idiot karena telah begitu keras kepala sejak awal.

"... Kau benar-benar sesuatu, Emilia-tan."

"Sungguh? Aku merasa kau juga sangat luar biasa, Subaru."

"Tidak, tidak mungkin— aku senang kau di sini, Emilia."

Wajah Emilia menjadi kosong ketika Subaru menyelipkan bagian terakhir itu. Subaru tersenyum tegang karena sikapnya, sepertinya dia hampir mengerti, tetapi tidak sepenuhnya. Dan ketika sadar bahwa bibir Subaru membentuk senyuman, dia akhirnya menyadari ...

—Ini adalah emosi tulus pertama yang dia alami sejak dia tahu bahwa Rem sedang tertidur.

"Emilia, ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu..."

"Apa itu?"

“Bisakah kau berbalik? Aku akan sedikit menangis."

"Mm-hmm, oke."

Emilia tidak berbicara apa-apa lagi, berbalik seperti yang diminta Subaru.

Perhatiannya melegakan bagi Subaru ketika tatapannya jatuh. Dia menyerah pada emosi yang melonjak di dalam dirinya; dia terisak, dan air mata jatuh.

Ketika Rem terus tertidur di depannya, dia membuang-buang waktu, menyalahkan dirinya sendiri karena ketidakberdayaannya. Emilia juga kasihan dengan Rem, namun dia bahkan tidak pernah menyadarinya.

Karena hanya dia yang mengingat Rem, dia meyakinkan dirinya bahwa dialah satu-satunya orang yang peduli padanya, dan hanya dia yang bisa menyelamatkannya.

Subaru terus menangisi kebodohannya sendiri.

Lalu…

"———"

Di ruangan yang sunyi itu, hanya diisi dengan suara tangisannya sendiri, tenggorokan Subaru tersangkut oleh sensasi kehangatan yang tiba-tiba.

Dari belakang, dari belakang kursi, Emilia memeluk Subaru, membelai kepalanya dengan lembut.

"———"

Dia tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak harus melakukannya.

Diselamatkan oleh kebaikannya yang sederhana, Subaru menahan air mata dan tangisannya.

Kemudian, pada saat itu, dia bersumpah.

"Aku akan membawamu kembali. Tenang saja, Rem. ”

Dia telah memberitahunya sebelumnya.

Dia, pria yang dia cintai, akan berdiri di hadapannya sebagai pahlawan terhebat dari semuanya.

Bukankah dia baru setengah jalan?

"Aku pasti... Pahlawanmu pasti datang untukmu—tunggu saja."

Inilah janji untuk dirinya sendiri, dan deklarasi perang melawan musuh yang disebut takdir.

Siapa pun yang berdiri di depan Natsuki Subaru saat melakukan kejahatan, melanggar apapun yang bukan milik mereka untuk dikotori, akan dipukul rata.

Dan Natsuki Subaru yang akan melakukannya.


“Tidak perlu diragukan lagi—tidak perlu!!”

Disaat waktunya dimulai dari nol, kehilangan seseorang yang berharga sepertimu…itu tak terpikirkan.

Itulah kenapa aku akan mendapatkannya kembali.

Hari-hari yang hilang. Waktu yang aku habiskan sambil berjalan-jalan denganmu. Waktu yang ingin kuhabiskan sambil berjalan-jalan denganmu.

Akan kubawa kembali dengan kedua tanganku, tunggu saja, Rem…


<TAMAT>
full-width