Selingan: Mari Kita Makan

(Penerjemah: Anickme)


1

Ketika mereka sedang dalam perjalanan, Rem membiarkan pedati naga itu mengguncangnya saat dia memikirkan seseorang.

Rem sedang berbaring, matanya menyipit akibat sinar matahari pagi yang menyilaukan dan angin yang bertiup lemah, lalu dengan perlahan dia mengangkat kepalanya.

Tepat di depannya terdapat konvoi pedati naga dalam formasi militer ketika mereka kembali ke ibukota kerajaan. Pedati itu membawa orang-orang yang terluka akibat pertempuran melawan Paus Putih; sebagian besar terluka parah dan hanya mendapat pertolongan pertama.

Tetapi suasana di dalamnya jauh dari kata kesedihan; hanya ada perasaan yang meluap-luap karena keinginan terbesar mereka telah tercapai.

Bagi mereka, perjalanan ke ibukota kerajaan sekarang adalah kepulangan yang penuh dengan rasa kemenangan. Rasa sakit dari luka mereka tidak terasakan karena terpenuhinya keinginan mereka selama bertahun-tahun. Sudah pasti, potongan kepala Paus Putih yang mereka bawa ke ibukota kerajaan akan disambut dengan pujian dari rakyat atas keberanian mereka.

Berbeda dengan perasaan mereka yang dalam, Rem khawatir dengan seorang pemuda yang tidak ada di sana.

"Wajahmu sedih, Rem. Sepertinya kau memang sangat khawatir.”

"...Nona Crusch."

Ketika Rem melihat ke arah suara itu, ada Crusch Karsten yang duduk tepat di sampingnya.

Meskipun dia dibalut perban di dalam baju besi ringannya, Rem tidak merasa kalau sikapnya dipengaruhi oleh luka-lukanya. Tapi bahkan wajahnya yang gagah itu terlihat kelelahan. Dia berada di wilayah yang cukup berbahaya sehingga dia mengendarai pedati naga, bukan naga tanah favoritnya.

Namun, ketika Rem mengangguk, Crusch menyingkirkan kelelahannya dalam sekejap.

"Ferris, Wilhelm, dan pasukan ekspedisi lainnya yang ikut adalah pejuang pemberani yang sangat terlatih. Pasti Ricardo dan Iron Fangs akan membantunya... Selain itu, sulit dipercaya kalau Anastasia Hoshin tidak memiliki rencana lain. Jumlah Kultus Penyihir tidak diketahui, tetapi ini bukan pertempuran yang sudah dipastikan kalah."

"Apa egois kalau aku khawatir?"

“Begitu benih kekhawatiran mulai berakar, hanya menginjaknya tidak akan ada artinya. Jika kau penyebabnya, kau harus mengatasinya dengan ketaatan dan ketekunan. Tetapi jika berhadapan dengan lawan yang sulit— Maafkan aku, membantu orang lain untuk menenangkan pikiran bukanlah keahlianku.”

Melihat kemurungan di wajah Rem semakin dalam, Crusch menundukkan wajahnya, sadar kalau dia salah bicara. Tiba-tiba, Rem tersenyum kecil seperti wanita yang merasa begitu jauh lalu berkencan dan merasa sangat dekat dengannya. "Sangat bagus," kata Crusch, menarik dagunya saat melihat senyum itu. “Natsuki Subaru benar. Wajah tersenyum itu lebih cocok untukmu, Rem. Mendengar itu di sampingnya, kupikir itu hanya pujian, tetapi itu lebih bodoh daripada yang aku pikirkan.”

"Jika kau tersenyum, Nona Crusch, suasana yang kau berikan pasti akan berubah juga. Kau selalu sangat mengesankan... Aku percaya kau memiliki senyum yang indah. "

"…Aku harap begitu. Aku seorang wanita yang buruk dalam tersenyum. Aku selalu menyesalinya, bahkan sampai sekarang.”

Saran Rem membuat Crusch mengalihkan pandangan dan berguman. Ada senyuman yang terukir di bibirnya, tapi itu hanya senyuman kecil, yang dia paksakan.

Rem terkejut melihat Crusch menunjukkan rasa jijik pada dirinya sendiri. Bagi Rem, yang kurang memiliki rasa percaya diri, Crusch, yang selalu gagah dan tenang, adalah salah satu gambaran ideal dari kaum wanita. Meskipun menurut Rem, Ram, kakak perempuannya, adalah yang paling ideal dari semuanya...

Tapi sebelum dia bisa menanyakan masalah ini, Crusch menyembunyikan senyumannya dan mengubah topik pembicaraan.

"Mengenai Natsuki Subaru dan yang lainnya... Masalah ini selalu ada pada garis keturunan Emilia. Aku telah mengantisipasi ancaman Kultus Penyihir. Tentu saja Marquis Mathers pasti telah menyiapkan rencana sendiri?"

“Aku sendiri tidak mengerti pemikiran Tuan Roswaal. Karena itu, tidak ada gunanya untuk menyelidikinya."

“Ketat sekali. Sekarang kita adalah sekutu, dia pasti tak keberatan jika kau membocorkannya sedikit."

Kemungkinan, dia bercanda karena memikirkan Rem. Sehingga, Rem berhasil tidak tenggelam dalam rawa kekhawatiran berkat Crusch yang berbicara kepadanya seperti itu.

Selain itu, hipotesis Crusch sangat masuk akal. Sudah pasti Roswaal, dari semua orang itu, memiliki semacam rencana untuk kejadian saat ini. Setelah Subaru jatuh ke dalam hal buruk, tindakannya untuk membantu Roswaal pasti akan mengembalikan nama baiknya.

Bukan, kerja samanya dalam pertempuran melawan Paus Putih telah membuat namanya lebih dari itu.

Sang Pahlawan, Natsuki Subaru.

Bagi Rem, wajar saja menilai pria yang telah menyelamatkan hati dan masa depannya seperti itu; tidak ada penilaian lain yang cocok dengan Subaru, yang pasti akan melakukan perbuatan bersinar lainnya di kemudian hari. Dan jika Rem bisa berada di samping cahaya yang bersinar itu, memilikinya dari waktu ke waktu, Rem tidak memerlukan apa-apa lagi. Rem akan puas hanya dengan itu.

Ketika Rem memikirkan Subaru, hatinya selalu dipenuhi dengan emosi yang kompleks. Itu selalu membuatnya merasa hangat dan nyaman. Namun terkadang kecemasan itu merayap masuk, menjadi kesedihan; seperti perasaan khawatir yang mencabik-cabiknya.

Itu adalah Subaru, dan Subaru sendiri, yang membuat hatinya gembira dan sedih, tanpa henti bergantian antara satu dan yang lain ...

"Subaru... benar-benar orang yang sangat menjengkelkan."

Dengan senyuman kecil yang masam, Rem membisikkan kata-kata yang penuh kasih kepada sosok pria yang muncul di benaknya.

Crusch melihat wajahnya dengan perasaan lega. Dia membiarkan rambut panjangnya turun ke punggungnya saat dia diam-diam mengalihkan matanya ke arah pedati naga di depannya — tetapi mata kuningnya tiba-tiba menyipit.

"—Mm?"

Crusch berguman kecil. Rem mengangkat wajahnya, karena dia mendengar suara keras pada saat yang hampir bersamaan.

Pedati naga di depannya yang tertangkap oleh mata kuning berada di arah yang sama dengan suara keras yang didengar oleh Rem. Kedua perbedaan itu terikat dengan peristiwa yang sama, yang terjadi sesaat kemudian.

Yakni, kehancuran tiba-tiba pedati naga tepat di depan Crusch.

Itu hancur berantakan. Tiba-tiba, seluruh kerangka pedati naga ditelan oleh gelombang kejut yang sangat kuat, yang menghancurkannya menjadi potongan-potongan kecil. Menurut Rem, suara pukulan dahsyat itu seperti suara hujan.

Kabut merah keluar saat pedati naga itu langsung berubah menjadi pertunjukan berdarah. Naga tanah, pedati, dan sudah pasti orang-orang yang terluka di dalam pedati juga, telah dihancurkan oleh serangan tanpa ampun.

“—! Kita diserang!!"

Seketika, Crusch mengabaikan rasa lelahnya dan memerintahkan untuk berperang. Prajurit pasukan ekspedisi, segera merasakan ada sesuatu yang salah, mengangkat senjata mereka, menghindari serangan musuh. Rem, juga mengabaikan rasa lelahnya, berdiri dengan flail di tangannya... Kemudian dia melihat sosok di sisi lain dari kabut berdarah.

Tak bersenjata. Tak dilindungi baju besi. Tak kenal takut. Hawa jahat yang tak bergerak, tak berperasaan, dan tanpa ampun—

"—Tabrak mereka!!"

Crusch berteriak ke arah kursi pengemudi. Mendengar ini, kesatria itu menghentakkan tali kekangnya dengan keras sebagai pengganti anggukan. Naga tanah melaju cepat, dan pedati naga menjadi senjata, menyerbu untuk menabrak musuhnya. Dan mereka akan menyerang langsung pada target mereka, sosok yang berdiri di tempat itu, tidak bergerak untuk menghindarinya, menerbangkannya—

"Nona Crusch—!"

Rem berteriak ketika dia menarik Crusch dan melompat, keluar dari sisi pedati naga. Ksatria di kursi pengemudi berada di luar jangkauannya. Rem menggertakkan giginya karena menyesal, dan sesaat kemudian, dia mendengar suara.

"Ya ampun, apa ini? Kupikir menabrak seseorang yang tidak melakukan apa-apa sedikitpun adalah hal yang dilakukan orang-orang terhormat."

Itu adalah suara ramah yang berbicara dengan semua orang dalam keadaan genting pada sore hari di taman umum. Bahkan, jika dia mendengar kata-kata seperti itu di taman umum, Rem akan jauh lebih terkejut. Namun suara itu melepaskan serangan yang telah menghancurkan pedati naga dalam pemandangan percikan darah yang tragis.

Sekilas, dia adalah seseorang yang biasa-biasa saja.

Tingginya normal, dengan tubuh sedang, dan berambut putih yang tidak pendek ataupun panjang. Jas putih yang dia kenakan cocok dengan rambut di kepalanya yang tidak mewah ataupun lusuh, dan wajahnya juga tidak memiliki hal yang unik; dia tampak seperti orang yang benar-benar normal.

Namun bahkan, naga tanah yang bertabrakan dengannya berseru keras ketika setengah tubuhnya hancur berkeping-keping; ksatria di kursi pengemudi dan pedati naga yang rusak parah dihancurkan bersama sampai-sampai tidak mungkin untuk dibedakan.

Dan yang paling mengejutkan Rem bukanlah sikap pria itu ketika dia membuat pemandangan mengerikan itu seperti bukan apa-apa, tetapi fakta bahwa pria itu menghancurkan pedati naga dengan tidak bergerak. Pria itu tidak melakukan apa pun. Hanya berdiri, dia bertabrakan langsung dengan pedati naga, dan menang.

“Aku berterima kasih, Rem. Kau menyelamatkanku... tetapi tampaknya situasinya sedikit meningkat."

Saat Rem yang berdiri membeku, Crusch, memeluknya, bangkit berdiri. Dia tetap waspada terhadap pria yang masih tak bersenjata saat dia mengalihkan pandangan menyakitkan ke sisa-sisa pedati naga yang berdarah.

“Berani-beraninya kau melakukan kekejaman pada pengikutku...? Siapa kau?"

Keinginan tajam untuk bertarung terlintas di mata Crusch saat dia mengajukan pertanyaan kepada pria itu dengan nada tajam. Setelah mendengar pertanyaan Crusch, pria tersebut menyentuh dagu miliknya, mengangguk beberapa kali ketika dia berbicara.

“Begitu, begitu. Itu berarti kau tidak tahu apa-apa tentangku. Tapi aku tahu semua tentangmu. Saat ini, ibukota kerajaan... bukan, seluruh negara ramai membicarakanmu, kandidat untuk menjadi penguasa berikutnya. Bahkan jika aku memiliki sedikit minat pada gelar dan urusan dunia, aku dapat membayangkan pasti dibutuhkan banyak tekad untuk menanggung beban seperti itu. Pasti sangat sulit bagimu."

"Cukup basa-basinya — Jawab pertanyaanku atau kubunuh kau."

"Sungguh hal yang mengerikan untuk dikatakan... tapi mungkin kesombongan ini dibutuhkan jika seseorang ingin memikul suatu negara di pundaknya ... bukannya aku dapat memahami emosi itu, ingatlah. Yah, kurasa aku tidak pernah bisa memahami pikiran seseorang yang benar-benar menginginkan tahta dan memiliki tanggung jawab yang menumpuk. Ah, tidak mengerti bukan berarti aku merendahkan mereka. Kau tahu, tidak sepertimu, aku tidak sesombong itu... "

Pria itu terus mengabaikan peringatan Crusch saat dia berbicara panjang lebar. Tapi—

"—Aku bilang tidak akan ada kesempatan ketiga."

Crusch membuat pernyataan yang tenang itu pada saat yang sama ketika dia menggerakkan tangannya, melepaskan serangan angin. Ini adalah teknik Crusch, One Blow, One Hundred Felled — hasil dari sihir angin dan kemampuannya membaca angin.

Pria itu diserang dengan serangan pedang yang tak terlihat, mampu membunuh seseorang, bahkan sebelum dia sadar bahwa dia telah diserang. Mungkin dengan pedang inilah Crusch melindungi Tanah Bangsawan Karsten dalam serangan mendadak pertamanya, mencegah kerusakan ketika binatang iblis yang dikenal sebagai Great Hare muncul, membuat desas-desus tentang Valkyrie menyebar dengan cepat.

Itu adalah serangan pedang yang kuat yang bahkan dapat membelah kulit Paus Putih yang tebal, membuat seekor binatang iblis dengan ukuran sebesar itu tewas — daging manusia, dengan ukuran yang jauh lebih kecil daripada milik binatang iblis itu, tidak mungkin bisa menahan serangan seperti itu.

Dan lagi—

"...Siapa yang membesarkanmu untuk membunuh seorang pria di tengah-tengah percakapan yang menyenangkan?"

Memiringkan kepalanya, pria itu berdiri diam, tubuhnya dihujani dengan serangan, sangat mudah untuk menahannya.

Serangan yang bahkan membelah Paus Putih tidak membuatnya tergores. Tidak ada goresan di tubuh pria itu — tidak, bahkan pakaian pria itu tidak robek.

Itu berkat fenomena yang tidak diketahui yang lebih dari sekadar bertahan melawan pedang tak terlihat milik Crusch.

Crusch kaget; Tubuh Rem membeku karena fenomena aneh yang berbeda itu. Melihat kedua orang itu di depannya, pria itu menghela nafas dan mendorong poninya dengan jengkel.

"Sekarang tenang, aku hanya bicara. Aku hanya bicara, oke? Apa tidak aneh mengganggu pria ketika dia sedang berbicara? Bukannya aku ingin menegaskan hak untuk berbicara, tapi tidak mengganggu pria ketika dia mencoba mengatakan sesuatu adalah hal umum. Sekarang, kau bebas untuk mendengarkan atau tidak, aku tidak akan mengeluh tentang bagian itu, tetapi kau memutuskan untuk tidak membiarkanku berbicara, itu hanya... Maksudku, seberapa sombong dirimu itu?"

Pria itu berbicara dengan cepat ketika dia mulai menggesekkan tanah dengan ujung sepatunya. Keduanya tetap terdiam canggung ketika pria itu menunjuk ke arah mereka, mendecakkan lidahnya dengan jengkel.

"Dan sekarang diam. Ada apa denganmu? Kau mendengarku. Aku tahu kau mendengarku. Aku bertanya, kan? Jawablah aku. Begitulah cara kerjanya. Dan kau bahkan tidak akan melakukannya. Kau tidak mau. Ahhh, kebebasan. Ini adalah kebebasanmu di tempat kerja. Inilah caramu menggunakan kebebasanmu sendiri. Tidak apa-apa, lakukan sesukamu. Tapi kau tahu apa artinya itu, bukan?"

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan ketika kilatan gila di matanya tumbuh semakin kuat. Lalu—

"Itu berarti kau meremehkan hak-hakku... beberapa hal yang secara pribadi aku miliki, ya?"

Rasa dingin menusuk tulang belakang Rem. Kemudian pria itu bergerak. Tanpa peringatan, dia mengangkat lengannya, dan pusaran angin yang samar terbentuk.

Tepat setelah itu, segaris dengan lengan pria itu — tanah, udara, dunia, hancur.

"—"

Berputar dan berputar, berputar dan berputar, lengan kiri Crusch, putus di bahunya, menari-nari di udara.

Lengan itu, masih dalam posisi seolah memegang pedang tak terlihat, terbang, menyebarkan tetesan darah ke sekelilingnya saat mendarat ke tanah. Serangan itu membuat tubuh Crusch terjatuh; dia mulai mengejang karena pendarahan dan rasa sakit yang hebat.


"Nona... Crusch—"

Setelah kaget selama beberapa detik, Rem sedikit mundur dan melompat ke arah Crusch. Meletakkan tangannya pada luka Crusch, Rem mengeluarkan sedikit mana-nya untuk menghentikan pendarahannya dan mengobatinya dengan seluruh kekuatannya.

Lengan Crusch telah terputus dengan rapi — daging, tulang, dan saraf terpotong. Tidak peduli seberapa anehnya, Rem hanya mengagumi potongan sempurna yang mengerikan itu.

"Ferr... is... Uaa... u?"

Dalam pelukan Rem, penglihatan Crusch lenyap saat mengucapkan kata-kata itu. Tangan kanannya mencengkeram kaki Rem cukup keras hingga membuat tulangnya berderit.

Rem mulai tenang, menahan perjuangan Crusch untuk hidup. Dia menatap tajam ke arah perbuatan jahat pria di depannya.

Rem sama sekali tidak mengerti cara serangan dan pertahanan pria yang tidak dapat dipahami itu. Ketika dia berpikir bagaimana melindungi Crusch yang terluka dan membawanya pergi dari pria itu, Rem tiba-tiba menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa aneh.

Setelah semua ini, anehnya para ksatria lainnya tidak bergabung dengan pertempuran.

"Aaah... Tidak peduli seberapa banyak aku makan, itu masih belum cukup! Itu karena kami harus hidup. Makan, makan, gigit, kunyah, telan, telan lebih banyak, merobek, hancurkan, minum! Lahap dengan rakus! Aaah, itulah pesta!”

Pada saat yang sama ketika dia mengerti situasinya, suara pemuda bernada tinggi terdengar dari belakang.

Rasa dingin yang sama dengan pria di depannya membuat Rem melihat ke belakang dengan takut. Dan di belakangnya, di tengah konvoi pedati naga yang terhenti, dia melihat seorang pemuda berlumuran darah menendang para ksatria yang telah jatuh di depannya.

Dia seorang pemuda pendek dengan rambut coklat muda yang mencapai lutut. Tingginya sama dengan Rem atau bahkan lebih pendek; dia mungkin berusia sekitar dua belas atau tiga belas tahun. Di bawah rambutnya yang acak-acakan, dia memakai pakaian lusuh yang menutupi tubuh kecilnya. Anggota tubuhnya yang terbuka ditutupi tanah dan kotoran, dan dinodai oleh percikan darah dalam jumlah besar.

Tidak ada satu pun ksatria yang bergerak. Pemuda itu telah memusnahkan para ksatria di sekitarnya sementara Crusch terluka akibat serangan pria berambut putih itu.

"Kau… siapa…?"

Bibir Rem gemetar, karena dia kaget bahkan dia tidak merasakan pertempuran telah terjadi.

Dikelilingi oleh lawan-lawan aneh di depan dan belakang, Rem mengangkat Crusch dan perlahan mundur. Darah yang mengalir dari luka Crusch membuat tanah berumput itu merah; udara terasa dingin, seolah menertawakan hati Rem yang ketakutan.

Pertanyaan gemetar Rem membuat pria dan pemuda itu untuk saling melirik satu sama lain. Kemudian pasangan itu mengangguk, seolah-olah saling memberi isyarat, di mana senyuman iblis menghampiri keduanya, seolah-olah tindakan kekerasan seperti itu sangat akrab bagi mereka; kemudian mereka memperkenalkan diri.

"Uskup Agung Tujuh Dosa Besar dari Kultus Penyihir, Regulus Corneas, dosa Keserakahan."

"Uskup Agung Tujuh Dosa Besar dari Kultus Penyihir, Lye Batenkaitos, dosa Kerakusan."

2

Mereka adalah anggota Kultus Penyihir — dan terlebih uskup agungnya.

Mengabaikan Rem, yang membeku ketika gelar mereka sampai ke telinganya, pemuda yang tampak bersemangat — Lye Batenkaitos — memandang ke sekelilingnya ke arah para ksatria yang jatuh, dengan penuh semangat menjilat bibirnya.

"Oh ya, datang ke sini untuk gigitan seperti ini adalah ide bagus. Mengingat bahwa mereka mengalahkan hewan peliharaan kita, ini adalah... panen raya. Bagus, hebat, baik, tidak masalah, bagus, bagus, bukan, tentu saja hebat! Sudah lama sejak kita bisa makan kenyang!"

"Sejujurnya, aku tidak bisa mengerti bagian tentangmu itu. Kenapa kau tidak bisa puas dengan apa yang kau miliki saat ini? Kau tahu, orang-orang hanya bisa membawa apa yang cocok dengan kedua tangan mereka sejak lahir. Kenapa kau tidak bisa memahaminya dan menahan keinginanmu sendiri?"

“Kami benci dinasihati, dan kami tidak membutuhkannya. Kami tidak peduli apakah yang kau katakan itu benar atau salah. Bagi kami, tidak ada yang lebih penting selain perasaan perut kosong."

Batenkaitos dari Kerakusan menghirup air liurnya saat Regulus dari Keserakahan menurunkan bahunya.

Dengan dua Uskup Agung dari Tujuh Dosa Besar yang muncul secara bersamaan, Rem mati-matian berpikir dengan kepalanya, dengan sungguh-sungguh menyusun rencana untuk keluar dari situasi tersebut.


Dengan kemampuan bertarung seperti itu, tidak mungkin untuk mengalahkan kedua pria yang muncul di hadapan mereka.

Kucuran darah Crusch telah berhenti, tapi dia dalam kondisi yang hampir sama berbahayanya seperti sebelumnya. Karena kondisi para ksatria itu tidak jelas, Rem tidak bisa mengandalkan mereka untuk meningkatkan kekuatan bertarungnya. Rem sendiri telah kehabisan sedikit cadangan mana-nya untuk menyembuhkan Crusch; bahkan jika dia masuk ke mode iblis, dia ragu kalau dia bisa menang.

"—"

Ketika dia melirik ke sekelilingnya, dia tidak melihat adanya tanda-tanda dari Iron Fangs. Salah satu unit mereka membawa para manusia binatang yang terluka dan kepala Paus Putih. Sepertinya komandan mereka, Hetaro, melihat adanya kesempatan dan segera mundur dengan terburu-buru. Mungkin, jika dia bisa mengulur sedikit waktu, mereka akan kembali dengan bala bantuan.

Bahkan jika itu benar, dia ragu mereka akan tiba tepat waktu.

"Apa kau di sini karena... kami mengalahkan Paus Putih? Membalaskan dendam binatang iblis itu...?”

"Ahh, jangan salah paham. Kami tidak tertarik pada Paus Putih yang mati. Kami tertarik pada orang yang membunuh Paus Putih. Bagaimanapun, ia telah berkeliaran bebas selama empat ratus tahun, tetapi kau berhasil membunuhnya. Aku harap kalian semua siap untuk dibunuh... tapi ternyata lebih baik dari yang aku harapkan!"

Batenkaitos memperlihatkan gigi tajamnya saat dia menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat.

"Cinta! Semangat kesatria! Kebencian! Kegigihan! Kemenangan! Semua disimpan dan dilepaskan dalam waktu yang sangat lama! Hanya dengan membuat mereka melewati tenggorokanku membuatku merasa kenyang! Apa ada makanan yang lebih indah di seluruh dunia ini?! Tidak, tidak, tidak, tidak ada, pasti tidak ada, tentu saja tidak ada, sama sekali tidak ada!! Minum! Lahap dengan rakus! Itulah yang membawa sukacita ke hati kita, dan perut kita!!”

Rem tidak mengerti apa yang dia katakan.

Batenkaitos terus menggeliat seolah-olah dia kekenyangan. Saat tawanya terdengar selama beberapa saat, Rem diam-diam mengalihkan pandangannya; tatapan itu membuat Regulus mengangkat tangannya dengan tatapan jengkel.

"Tenang. Aku tidak sepertinya. Aku di sini hanya karena kebetulan. Kau pikir aku kelaparan dan kehausan seperti itu? Aku tidak ada hubungannya dengan perilaku vulgar seperti itu. Tidak sepertinya, selalu tidak puas dengan menyedihkan, aku akan puas dengan, yah, kau, seperti kau yang sekarang ini."

Regulus menunjuk ke arah lengan Crusch yang terpotong, menunjukkan ekspresi senang saat dia berdiri di depan Rem.

“Aku tidak suka... konflik dan sejenisnya. Jika keadaan tetap seperti biasa, damai dan lembut, itu sudah cukup bagiku. Itulah yang terbaik. Aku tidak memiliki ambisi yang lebih besar dari apa yang dapat aku raih dengan tanganku yang kecil. Sebagai seseorang yang individual, tanganku penuh hanya dengan melindungi apa yang aku sebut sebagai milikku.”

Regulus mengepalkan tinjunya, puas karena penampilannya sendiri. Rem bertanya-tanya bagaimana seseorang yang bisa mengambil nyawa naga tanah dan beberapa manusia, atau menimbulkan luka pedih pada seorang wanita, bisa berbicara seperti itu.

Di satu sisi ada Batenkaitos, yang menggeliat karena kelaparan yang tidak bisa dimengerti, tenggelam di dalam kepuasan diri sambil membicarakan teori kesayangannya; di sisi lain ada Regulus, seorang pria aneh. Mereka benar-benar Kultus Penyihir.

Kemarahan yang membara di dalam diri Rem bangkit ketika dia berdiri.

Rem meletakkan Crusch, yang tertidur seperti orang mati, di tanah; dia mengambil senjatanya dari tempat Crusch. Mana Rem yang tersisa sedikit berputar, dan sejumlah es naik di udara di sekitarnya.

Melihat ini, ekspresi Batenkaitos dan Regulus berubah.

“Apa kau mendengarkan satu kata yang aku katakan? Kubilang, aku tidak ingin bertarung. Setelah mendengar itu, jika kau bertindak seperti ini, itu... mengabaikan pendapatku. Itu melanggar hak-hakku. Itu adalah sesuatu yang bahkan hati pengertianku tidak dapat maafkan.”

"Apa sudah selesai, Kultus Penyihir?"

Saat Regulus memiringkan kepalanya, Rem berbicara begitu, sikapnya tegas. Berbeda dengan Regulus, yang terkejut oleh pemandangan itu, kilatan yang kuat terlihat di mata Rem ketika flail-nya berbunyi.

“Suatu hari seorang pahlawan akan muncul—pahlawan yang menghancurkan kalian semua. Tidak peduli, seberapa besar keegoisanmu, seberapa besar keserakahan yang kau buat, pria itu, satu-satunya pahlawan yang Rem cintai, pasti akan membuatmu mendapat balasan yang setimpal.”

“Heh, seorang pahlawan? Yah, itu lebih menyenangkan. Jika kau sangat mempercayainya, itu akan membuatnya lebih lezat untuk kita!!"

Batenkaitos bertepuk tangan dengan senang saat dia menatap Rem, sepertinya untuk menilainya. Dia melihatnya bukan sebagai musuh maupun wanita. Hanya satu, sentimen yang terlihat di tatapannya: seekor binatang buas lapar menjilati daging sebagai makanannya.

Mereka adalah ego yang mengamuk dan iblis kelaparan yang kejam. Rem dengan berani melawan mereka berdua dengan rasa bangga.

"Aku adalah pelayan senior Marquis Roswaal L. Mathers..."

Saat Rem memperkenalkan dirinya, dia berhenti di pertengahan jalan setelah mengucapkan gelarnya, menggelengkan kepalanya.

Pada saat itu, untuk saat itu saja, Rem memperkenalkan dirinya sebagaimana dia benar-benar ingin namanya diketahui:

"Sekarang aku hanyalah seorang wanita yang sedang jatuh cinta—aku Rem, wanita yang membantu Natsuki Subaru, pria yang paling kucintai, pria yang akan menjadi pahlawan."

Tanduk putih yang indah keluar dari dahi Rem, memberikan kekuatan pada Rem saat mengumpulkan mana yang ada di sekitarnya. Kekuatan memenuhi tubuhnya saat dia menggerakkan tangan yang memegang flail dan memunculkan lebih banyak es.

Matanya terbuka lebar. Dia menyadari seluruh dunia di sekitarnya. Dia merasakan udara di sekitarnya. Tapi satu-satunya hal yang terlacak di benaknya adalah gambar dirinya.

"Persiapkan dirimu, Uskup Agung Tujuh Dosa besar — pahlawan Rem pasti akan datang untuk mengalahkanmu!!"

Mengangkat flail-nya dengan tinggi, Rem melompat, tubuhnya terlempar, menyerang dengan es pada saat yang bersamaan. Batenkaitos tampaknya akan menahannya ketika dia membuka mulutnya yang penuh taring lebar dan berbicara.

"Ahh, itu semangatnya... Kalau begitu, tanpa menahan diri, mari kita berpesta!!"

Sesuatu menyerangnya. Sesuatu menyerangnya. Dan pada saat itu, dia berpikir...

Kuharap ketika dia tahu bahwa aku pergi, itu dapat membuat kekosongan di dalam hatinya.

Di saat terakhirnya, hanya itulah keinginan Rem.
full-width