
Prolog
(Penerjemah: Anickme)
Aku benar-benar bukanlah karakter utama laki-laki normal yang menyukai kehidupan sehari-hari yang damai.
Meskipun menyakitkan, aku sendiri adalah seorang anak SMA yang biasa saja.
Biarkan aku menggunakan sebuah contoh.
Sebuah cerita yang dimulai dengan teman masa kecil cantik yang membangunkanmu di pagi hari, bertabrakan dengan siswi pindahan tsundere saat berbelok di persimpangan jalan menuju sekolah, seorang kakak kelas cantik yang selalu memujimu di sekolah, dan juga adik kelas imut yang selalu mendekatimu tanpa alasan. Terkutuklah plot cerita dalam karakter utama normie.
[── Sebenarnya, aku sangat menyukai kehidupan biasaku──]
Setelah mendengarnya menceritakan ini dengan malas, satu-satunya emosi yang muncul dalam diriku adalah...
"Duh!"
Jawabku saat aku kehabisan semua darah dan keringatku. Tidak sedikitpun aku dapat disamakan dengan itu.
Di sisi lain, sesekali ada karya yang berkebalikan dengan deskripsi sebelumnya, di mana karakter utamanya terasa benar-benar realistis, dengan beberapa gadis cantik dan menjalani 'kehidupan sehari-hari yang biasa'. Tapi jika kau bertanya padaku apa aku dapat disamakan dengan mereka, itu menjadi hal yang berbeda. Berikut ini contoh yang lainnya...
[Senja. Suara obrolan dan tawa para siswa, bersamaan dengan gema lembut dari latihan orkestra, yang bercampur dengan kebisingan klub olahraga yang berasal dari gedung olahraga. Seperti biasa, hari sekolah berakhir dengan normal...]
Aku, Amano Keita, kelas dua SMA ── benar-benar mencintai kehidupan sehari-hari yang biasa dari dalam lubuk hatiku.
Bahkan jika aku mengatakan ini dalam nada pria tangguh ──
"Apa ini adalah seorang prajurit gagah yang telah terjun dalam medan perang yang tak terhitung jumlahnya...?"
Pada akhirnya, aku bisa merasakan perbedaan arti dari contoh sebelumnya. Bukan berarti aku tidak suka karakter utama tersebut, sebenarnya, aku cukup menyukai mereka. Tapi disamakan dengan mereka adalah masalah lain.
Kesimpulannya, seseorang yang telah menjalani kehidupan yang benar-benar biasa sejak lahir... Terutama anak laki-laki dan perempuan di usia remaja, aku benar-benar tidak bisa membayangkan kenapa mereka menyukai kehidupan sehari-hari biasa mereka dari lubuk hati mereka.
Setidaknya aku ── Amano Keita, pelajar biasa berusia 16 tahun ──
Masih menghabiskan setiap malam membayangkan di tempat tidurku tentang aku dipanggil sebagai pahlawan ke dunia lain.
......
Eh, kau sudah kelas dua SMA, jika kau memiliki waktu untuk melakukan itu, pikirkanlah tentang universitas atau pekerjaan── Sejujurnya, aku merasakan hal yang sama juga, tapi apa boleh buat.
Sebelum aku tahu itu, aku menyadari kalau aku telah bermimpi mengenai tidak menjadi orang biasa lagi.
Ketika bepergian saat liburan, aku berharap untuk menjadi seorang detektif yang terseret ke kasus pembunuhan dalam sebuah mansion di pulau terpencil; Ketika aku mengunjungi minimarket di malam hari, aku merasa gugup, bertanya-tanya apa aku akan bertemu dengan heroine yang memburu monster di kegelapan malam; Ketika jam kosong di kelas, aku mencoba menerbangkan pensil mekanik dengan telekinesis, mencobanya sekitar sekali setiap bulan.
Dan tentu saja, aku tidak benar-benar percaya hal-hal itu akan benar-benar terjadi.
Tapi aku berharap dapat memenangkan lotere.
Itu karena ──
Kepribadianku sangat 'biasa'.
Amano Keita, 16 tahun, kelas dua SMA. Golongan darah A, zodiak: cancer. Pendek dan kurus.
Aku hidup bersama orang tua dan adik laki-laki yang dua tahun lebih muda dariku, keluarga yang terdiri dari empat orang. Aku tidak merasa kesulitan tumbuh di keluarga kelas menengah, kakek dan nenek dari pihak ayah dan ibuku masih hidup, dan hubungan kami dengan para saudara juga baik.
Itu mungkin karena aku dan adikku dibesarkan sebagai anak-anak yang baik, meskipun kami terkadang bertengkar, keluarga kami tidak pernah saling bermusuhan. Hubungan orang tua kami indah, dan setiap satu atau dua tahun, keluarga kami akan pergi berlibur ke tempat hiburan domestik (kebanyakan terdekat tempat).
Pengalaman klub sekolahku adalah bergabung dengan klub bisbol selama SD dan SMP. Tapi aku hanya menganggapnya sebagai tempat untuk bergaul dengan teman-teman, dan tidak menganggapnya serius. Aku tidak memiliki bakat, dan hanya menjadi beban. Saat kedua tim mendapat giliran memukul, aku akan ditempatkan pada giliran terakhir sebagai bentuk kebaikan hati. Terus terang, aku tidak berniat mengganggu tim dengan bermain. Dan tentu saja, aku masih mengikutinya dengan serius.
Aku tidak terlalu bodoh, dan cukup percaya diri dalam akademikku. Aku tidak tahu apa aku terseret oleh kesombonganku atau aku bermain game terlalu banyak, nilaiku menurun drastis di SMP, dan berakhir dengan memasuki SMA yang memiliki skor masuk rendah... SMA Otobuki.
Setelah aku lulus, karena kebanyakan teman-teman yang aku kenal memasuki ke sekolah lain, jaringan sosialku harus dimulai dari nol lagi.
Tapi saat itu, aku tidak menumbuhkan sifat super naif milik anak SD dan berpikir: "Aku akan memperoleh teman secara alami" Jadi aku benar-benar terlambat memulainya, dan tidak mengenal siapa pun dengan baik sebelum lewat satu tahun.
Setelah kelas diacak saat kelas dua SMA, aku masih menghabiskan waktuku setelah sekolah dengan bermain teleponku atau konsol game portable sendirian. Meskipun aku disebut 'penyendiri', dan terkadang akan diledek dan ditertawakan, tidak ada yang secara terang-terangan membullyku. Aku adalah tipe yang berada di bawah dalam piramida hubungan sekolah.
Tentu saja, ketika aku berbicara dengan teman sekelasku sekarang atau kedepannya, isinya benar-benar dangkal.
Omong-omong, dari semua pembicaraan yang aku miliki dalam kehidupan SMA-ku, yang paling ramah itu bersama anak yang mengobrol keras dengan sekelompok temannya di sampingku...
"Neh neh, Amano, kau pembaca JUMP jenis apa?"
"Hah? Ah, erm, yah, aku pembaca yang normal, dimulai dari sampulnya lalu berurutan..."
"Benarkan! Lihat, Sudah kubilang Amano membacanya secara berurutan! Kalian semua berutang minum padaku!"
Begitulah akhirnya. Dan aku berada dalam suasana hati yang baik saat percakapan itu berlangsung.
...Untuk orang-orang yang mengatakan ini dalam hati mereka: "Bukankah kau satu tingkat di bawah 'biasa'..." harap tenang sebentar, aku akan merasa sakit jika aku mendengar itu. Hidup biasaku jelas membuat hatiku serapuh kaca. Aku adalah tipe orang yang akan tertekan sepanjang hari jika game yang aku suka dikritik keras.
Mendapatkan pacar hanyalah fantasi untuk orang sepertiku. Peristiwa yang berkaitan dengan cinta yang pernah aku alami di SMA hanya...
[Ketika aku berkeliaran tanpa tujuan di gedung sekolah setelah waktu pulang, aku bertemu dengan pasangan yang berciuman di tangga yang jarang digunakan, saat mereka saling membelai tubuh masing-masing. Meskipun waktu berhenti sebentar, akan terlihat aneh jika aku kembali. Jadi aku pura-pura tidak melihat apa-apa dan berjalan melewati mereka. Ketika aku merasa lega setelah sampai ke lantai bawah, aku mendengar pasangan itu tertawa untuk beberapa alasan.]
Itulah pengalamanku... Sejujurnya, aku tidak yakin apakah reaksiku saat itu benar.
Ah, kau ingin aku membicarakan kisah cintaku sendiri? Eh ~~ jika 2D bisa dihitung ── Ah, tidak? Aku paham. Baiklah…
Ya, aku tidak memiliki pengalaman.
Batuk. Lagi pula, aku tidak bisa lebih dari orang biasa, tanpa aura popularitas atau bakat luar biasa. Tapi di sisi lain, tidak ada sesuatu yang negatif tentangku yang bisa menarik perhatian.
Bagi semua orang di kelas, aku seperti 'karakter mob'. Itulah aku, Amano Keita.
Jika aku harus menunjukkan satu-satunya ciri khasku, mungkin hanya namaku yang sangat mirip dengan karakter utama Yo-kai w*tch, dan juga...
"Hobiku adalah bermain game."
Itu saja. Kau mungkin bisa tahu dari pengenalan diriku sebelumnya kalau aku suka bermain game. Aku sangat menyukai video game. Tidak ada alasan khusus, aku hanya menyukainya.
Aku merasa bahagia setiap kali aku memainkan game yang menarik, dan aku bisa mengatasi hal terburuk jika ada game yang seru untuk dimainkan. Sifat ini membantu melepaskan hasrat chuuni di dalam hatiku. Dari perspektif ini, meskipun aku tidak dipanggil ke dunia lain, aku pikir bagus untuk menikmati game menyenangkan di dunia ini. Itulah kenapa aku menyukai game.
Waktuku bermain game setelah sampai ke rumah dan sebelum makan malam hanya dapat digambarkan sebagai kebahagiaan tertinggiku. Aku sesekali akan menjerit dan berteriak saat aku bermain melawan adikku di video game, waktu yang dipenuhi dengan tawa itu benar-benar berharga.
Namun... Ada orang-orang yang tak terhitung jumlahnya di dunia ini yang menyukai game juga.
Kesimpulannya, ciri khasku tidak benar-benar unik, dan sifatku tidak memiliki banyak kepribadian.
Dengan begitu, cerita tentangku akan diceritakan ulang──
Cerita ini mengenai aku yang sangat berbeda dengan preferensi pribadiku, dan sayangnya.
Setelah mengoceh begitu banyak, pada akhirnya──
Cerita ini tetap dimulai dengan anak SMA biasa yang diajak mengobrol oleh seorang gadis cantik, dalam klise dan cara berhubungan yang mengejutkan──
── Ini adalah kisah tentang bermain game.
0 Comments
Posting Komentar